Marketing Perguruan Tinggi

Perguruan Tinggi (PT) adalah lembaga pendidikan yang mencetak generasi bangsa yang cerdas, unggul dan berdaya saing sehingga laku dijual dipasar (dunia kerja). Namun yang terjadi di sebagian besar daerah yang ada di Indonesia, PT sepertinya bukan lagi sebagai lembaga yang meningkatkan dan mengembagkan sumber daya manusia yang memiliki kapasitas intelektual dan berkarakter. Visi-misi PT dirumuskan sedemikian rupa namun pada kenyataannya yang terjadi malah sistim marketing (jual beli ijazah), tidak memiliki izin operasional, tidak memiliki gedung sendiri, kuantitas dosen yang tidak sesuai dengan kuantitas mahasiswa, fasilitas tidak menunjang perkuliahan tapi perkuliahan tetap jalan walaupun tidak sesuai mekanisme yang penting aktivitas kuliah itu ada bahkan tidak kuliahpun ikut wisuda dan dapat ijazah. Ini sama dengan dunia bisnis yang melakukan jual-beli (ada uang ada barang) yang transaksinya bisa di mana saja begitu juga dengan PT yang tidak jelas identitasnya, ada uang ada ijazah.

Setiap tahun merekrut ribuan calon mahasiswa dan ribuan mahasiswa wisuda padahal aktivitas kuliah tidak jalan sebagaimana mestinya bahkan ada yang langsung ikut ujian dan wisuda asalkan membayar sesuai tarif yang ditentukan oleh pihak kampus. Baru-baru ini Tim dari Kemenristek dan Dikti menemukan kampus yang sedang mengadakan prosesi wisuda padahal PT tersebut sudah dinonaktifkan. Mirisnya lagi peserta wisuda ada yang tidak tahu sama sekali mata kuliahnya, rupanya dia hanya bayar 15 juta bisa ikut wisuda dan dapat ijazah palsu.

Kemenristek dan Dikti mengalami kewalahan dan kesulitan untuk memusnahkan ijazah palsu karena mafia PT terjadi di mana-mana seperti para pengusaha yang memperluas usahanya untuk mendapatkan penghasilan yang lebih banyak. Ini namanya mafia kelas kakap karena mencederai cita-cita luhur pendidikan nasional dengan menjadikan lembaga pendidikan sebagai ajeng bisnis jual-beli ijazah.

Calon mahasiswa-pun tidak pandai memilih PT yang penting bagi mereka dapat ijazah untuk mencari pekerjaan atau mendapatkan posisi strategis padahal mereka sebenarnya dibodoh-bodohin. Pembodohan ini tidak hanya terjadi di tingkatan Diploma dan Strata 1 (satu) tapi ditingkatan Strata 2 (dua) juga ada praktek marketing PT. Kalau kita menghitung untug rugi, daripada beli ijazah dengan nominal 15 juta lebih baik uang tersebut dipakai untuk membuka usaha dan untungnya jelas. Tapi lagi-lagi titel juga sangat penting bagi sebagian orang supaya dipandang terhormat dan mendapatkan posisi strategis.

Salah satu indikator majunya suatu bangsa adalah banyaknya anak bangsa yang terdaftar di lembaga pendidikan (PT) karena pendidikan satu-satunya ruang untuk mencerdaskan anak bangsa. Tapi yang terjadi di negeri kita ini tidak berbanding lurus justru berbanding terbalik, semakin banyak PT dan Mahasiswa malah semakin banyak melahirkan manusia-manusia bodoh. Kenapa bodoh? Ya, karena mereka beli ijazah untuk mencari pekerjaan atau mendapatkan kedudukan strategis diberbagai profesi tanpa mendapatkan ilmu pengetahuan sesuai dengan tujuan pendidikan. Idealnya output PT (alumni) berbanding lurus dengan outcome PT (kualitas alumni), tapi yang menjadi targetnya sebagian PT adalah berapa banyak output bukan berapa banyak outcome-nya padahal semakin tinggi outcome suatu PT maka semakin tinggi elektabilitas PT tersebut. Bagi mafia PT kan kalau banyak yang wisuda ya banyak juga pendapatan mereka, jadi outcome PT mungkin tidak pernah terlintas dalam pikiran mereka. Mau dibawa ke mana dan jadi apa bangsa ini ke depannya kalau marketing pendidikan masih terus terjadi.

Jika fungsi kontrol dan evaluasi Tim Evaluasi Akademik Perguruan Tinggi Kemenristek dan Dikti ini berjalan maksimal maka marketing PT akan segera lenyap dan para mafia PT harus diberikan hukuman seberat-beratnya sesuai dengan UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Saya yakin masih banyak PT yang akan dibekukan selain yang sudah dibekukan sekitar 280 PT, jumlah ini baru di sebagian kecil daerah. Itulah sekilas potret pendidikan di negeri kita ini.
Selamat kepada Menristek dan Dikti yang telah bekerja keras membongkar mafia PT dan teruslah berkarya untuk menyelatkan bangsa ini.


Penulis: Damrah Bimasal (Aktivis Kohati PB HMI)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.