Tidak Cocok, Kebijakan Kokurikuler Juga Ditolak Pemkab Bima
Kabupaten Bima, Samadapos.com - Pemerintah Kabupaten Bima
menilai kebijakan kokurikuler yang diwacanakan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tidak relevan dengan kondisi di setiap daerah. Apalagi, kebijakan
itu belum tentu cocok diberlakukan di Bima khususnya karena daerah tersebut bukan perkotaan seperti Jakarta.
“Kebijakan pemerintah pusat adalah
adopsi dari negara luar untuk mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana misi
Presiden RI Ir. Jokowidodo,
tapi sangat disayangkan, wacana ini
tidak cocok diterapkan di daerah Bima,” ujar Wakil Bupati Bima H Dahlan M Nhor
seusai acara pelepasan peserta Jambore Nasional (Jamnas) di kantor Bupati Bima,
Kamis (11/08/2016) lalu.
Sedianya, Pemerintah Kabupaten Bima
akan mematuhi setiap kebijakan pemerintah pusat. Namun lain hal dengan
kebijakan yang digagas Mendikbud Effendy
tampaknya mendapat banyak penolakan
dari masyarakat Bima.
“Kalau banyak masyarakat yang
menolak, pemerintah juga harus menolak,” tutur Dahlan.
Menurut Dahlan, gagasan kokurikuler
memang sangat bagus diterapkan di Indonesia. Namun sebelum kebijakan itu
diberlakukan, alangkah baiknya mendikbud memperhatikan keberagaman wilayah,
terutama kondisi dan karakteristik daerah.
“Untuk saat ini, Kebijakan full
day school belum cocok jika diterapkan di daerah-daerah, termasuk di Bima
karena karakter masyarakat kita masih heterogen. Apalagi di desa-desa, ada
anak-anak setelah pulang sekolah mereka cenderung ikut membantu orangtuanya
yang bertani. Ini sudah menjadi tradisi di desa,” ungkap Dahlan.
Lebih lanjut ia menyarankan, wacana
kokurikuler jangan dipaksakan karena tidak pas diterapkan. Karena itu,
penambahan jam belajar tersebut harus dikaji secara matang sebelum dicetuskan.
Terutama dalam konteks filosofi pendidikan, letak geografis dan kultur daerah.
“Kalau mengambil keputusan yang
bijak harus ada yang menguntungkan. Jika tidak ada yang menguntungkan, ya
jangan dipaksakan. Apalagi wacana full day school ini justru lebih
banyak yang menolak. Harusnya dikaji terlebih dahulu dari berbagai aspek,"
imbuhnya.
Dikatakannya, pemerintah tak perlu
lagi mengeluarkan kebijakan dadakan, tetapi harus memperhatikan kenyamanan anak
di sekolah dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar siswa.
“Kenyamanan siswa itu jauh lebih
penting ketimbang menyuruh anak sekolah sepanjang hari. Jika kebijakan baru ini
diterapkan, saya pastikan siswa tidak nyaman di lingkungan sekolah,"
ujarnya.
Saat ini, menurut dia, masih banyak
yang perlu diperhatikan untuk menunjang mutu pendidikan. Seperti sarana dan
prasaran yang tidak memadai dan tidak layak.
“Di Bima masih banyak gedung sekolah
yang rusak dan tidak bisa dipakai, sehingga para siswa belajar di teras
sekolah. Gedungnya rubuh, atapnya bocor dan tidak layak dihuni. Nah, inilah
yang sebenarnya perlu diperhatikan,” tutur Dahlan.
Dia menambahkan, gagasan kokurikuler
yang dicetuskan justru melepaskan interaksi antara anak dengan orangtua. Dia
berharap, pemerintah segera menarik kembali wacana tersebut karena dianggap
berbahaya bagi keberlangsungan dunia pendidikan.(SP.03)
Post a Comment