26 Hari Menginap, Ratusan Warga Oi Katupa Dobrak Pintu Gerbang Kantor Bupati Bima

Ratusan Warga Desa Oi Katupa Yang Didominasi Oleh Ibu - Ibu dan Anak - Anak Tertahan di Depan Kantor Bupati Bima Foto/Micky
Kabupaten Bima, Samadapos.com - Aksi unjuk rasa warga desa Oi Katupa korban sengketa lahan dengan perusahaan perkebunan kayu putih PT Sanggar Agro di halama kantor Bupati Bima nyaris ricuh, Kamis (15/9/2016).

Para pengunjuk rasa yang sebagian besar ibu-ibu bertindak anarkistis dengan merubuhkan pintu gerbang kantor bupati setempat. Hal itu terjadi saat Bupati Bima Indah Dhamayanti Putri beraudiensi dengan sejumlah perwakilan pendemo di ruang rapat bupati.

Tidak hanya ibu-ibu, unjuk rasa ini diikuti juga oleh anak-anak, remaja, hingga kakek dan nenek. Mereka berjalan kaki dari kawasan eks kantor bupati menuju kantor bupati Bima.

Setelah 26 hari menginap di areal eks kantor bupati yang terbakar beberapa tahun silam, massa warga yang kesal karena tidak kunjung diindahkan tuntutannya ini pun menuju kantor bupati dan berencana menginap di halaman depan kantor bupati setempat.


Setibanya di depan kantor bupati, pengunjuk rasa langsung berorasi secara bergantian sambil membentangkan spanduk yang tertuliskan tuntutan tuntutan kepada pemerintah kabupaten Bima.

Ratusan warga desa Oi Katupa, kecamatan Tambora kabupaten Bima ini menuntut pengembalian tanah mereka seluas 5.000 hektar yang telah dikuasai oleh PT Sanggar Agro Karya Persada.

“Kami tidak akan mundur sebelum tuntutan kami dipenuhi,” kata salah seorang pendemo saat berorasi.

Setelah beberapa menit berorasi, mereka meminta bertemu Bupati Bima untuk menyampaikan langsung aspirasinya. Tak berlangsung lama, permintaan mereka akhirnya dikabulkan oleh pemerintah dengan meminta perwakilan dari massa aksi masuk menemui bupati. Meskipun sudah mengutus perwakilan, para demonstran tetap melakukan orasi secara bergantian.

“Sekarang kami tidak punya lahan pertanian, tanaman kami digusur, kuburan juga digusur, bahkan kami sudah kehilangan sumber air bersih karena mata air sudah ditutup oleh perusahan,” ujar pengunjukrasa dalam orasinya.

Sembari menunggu hasil audiensi perwakilan warga dengan bupati Bima, para pengunjuk rasa yang didominasi ibu-ibu itu hanya bisa berdiri di luar pagar kantor tersebut. Mereka dilarang oleh aparat kepolisian dan Satpol PP masuk ke halaman kantor setempat dengan pertimbangan keamanan.

Panasnya mata hari mulai menyengat. Para demonstran pun mulai kelelahan. Bahkan terlihat anak-anak mereka ada yang terlihat menangis karena tidak tahan kepanasan haus lapar dan ngantuk.
Terlihat Sejumlah Anak Anak Desa Oi Katupa Yang Ikut Orang Tuanya Berunjukrasa di Depan Kantor Bupati Bima Berteduh, Mereka Mulai Kecapean Setelah Aksi Jalan Kaki, Kepanasan, Haus, Lapar dan Ngantuk Karena Menginap Bersama Orang Tuanya di Eks Kantor Bupati Bima Selama 26 Hari. Foto/Micky.

Baca Juga: Tolak PT. Sanggar Agro, Warga Oi Katupa Nginap di Kantor Dewan.

Sementara itu, sebahagian anak lainnya memilih berteduh di bawah pohon dan berlindung di belakang orangtua mereka. Suasana mulai memanas karena ibu-ibu yang sudah lama menunggu hasil audiensi dengan bupati tiba-tiba menerobos masuk dengan mendobrak pintu gerbang utama kantor Bupati Bima.

Beruntung pihak keamanan yang sejak awal berjaga berhasil menghalau aksi massa dan langsung mengamankan situasi. Hingga berita ini diturunkan, massa yang diperkirakan berjumlah sekitar lebih dari 100 orang itu masih menduduki halaman kantor bupati Bima. Mereka mengancam akan menginap dengan membangun tenda di halaman kantor bupati Bima jika tuntutan mereka tak dipenuhi.

Seorang ibu rumah tangga Kusmiati, salah seorang pengunjukrasa mengaku tidak akan kembali ke desa sebelum tanah mereka dikembalikan.

“Percuma kami pulang kembali ke desa, Pak. Sementara di sana kami sudah tidak ada tanah. Tanaman kami sudah digusur dan lahan pertanian kami sudah diambil alih oleh perusahaan. Kami tidak akan pulang sebelum lahan kami dkembalikan,” kata Kusmiati dengan suara lantang.

Sementara itu, Bupati Bima Hj Indah Dhamayanti Putri mengaku sudah menerima tuntutan mereka. Hanya saja, ia meminta waktu untuk menelaah tuntutan warga yang meminta agar pemerintah daerah mencabut izin usaha dan aktivitas PT Sanggar Agro karya Persada di kecamatan Tambora.


“Tolong berikan kami kesempatan untuk menyelesaikan masalah ini. Kami tidak mau ada yang dirugikan. Pemerintah berkewajiban melindungi masyarakat, begitu juga dengan investor. Karena itu, masalah ini harus selesaikan sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga tidak menimbulkan masalah baru,” kata Bupati cantik yang akrab disapa Dae Dinda ini.(SP.01)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.