DPR: Kenapa WTP Jadi Patokan Tunggal?
Donny Priambodo, Anggota Komisi XI DPR-RI |
JAKARTA,
Media NTB – Sudah jamak diketahui, baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah dewasa ini berlomba-lomba mengejar predikat Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP). Predikat ini sama halnya dengan peringkat yang
didapat Indonesia dari lembaga pemeringkat investasi S&P. WTP sendiri merupakan peringkat paling
prestis, terutama terkait pengelolaan keuangan bagi kementerian dan lembaga.
Bedanya, jika S&P
memberikan investment grade berdasarkan kondisi ekonomi suatu negara dengan
melihat asumsi makro dan mikronya, BPK memberikan WTP untuk lembaga dan
kementerian yang mampu memenuhi standar auditnya.
Pengelolaan keuangan yang
bersumber dari APBN sudah semestinya memenuhi kaidah akuntabilitas dan
transparansi, karena sudah diatur dalam perundang-undangan. Hal ini sebagai
wujud dari semangat good governance yang tengah dilakukan oleh pemerintah. Oleh
karenanya peringkat WTP ini sangat penting agar sebuah kinerja bisa dinilai.
Namun nyatanya pelaksanaan
good governance dalam pengelolaan keuangan jauh dari kata ideal. Lembaga negara
dan kementerian serta pemerintah daerah
justru melakukan jalan pintas dengan memanipulasi hasil pemeriksaan BPK
supaya seolah-olah pengelolaan keuangannya sangat baik.
Anggota Komisi XI DPR RI
Donny Priambodo menilai, miskinnya kredibilitas dan integritas mendorong
pejabat negara berbuat curang dengan menyuap BPK untuk merubah hasil
pemeriksaan laporan keuangannya. Begitupun sebaliknya, miskinnya kredibilitas
dan integritas menggiring pejabat BPK ke arah pragmatisme. Benang kusut ini
terjadi bertahun-tahun tanpa ada perubahan yang berarti.
“Sebagai abdi negara
seharusnya menyadari kapasitasnya seperti apa. Pegawai negeri sipil harus
mempunyai mentalitas yang kuat supaya tidak tergiur, karena kesempatan untuk
korupsi akan selalu ada walau hukumnya sudah diperketat,” ujarnya.
Politisi NasDem ini justru
mempertanyakan kenapa WTP menjadi patokan tunggal terhadap kinerja daerah.
Padahal, menurutnya, efektifitas kinerja daerah melalui key performance
indicator lebih penting ketimbang WTP.
“Harusnya ada sebuah
penilaian yang menyeluruh alias tidak parsial. WTP ini jangan jadi patokan
tunggal, audit performa daerah juga harus juga diukur. Jangan-jangan dapat WTP
tapi pelayanan, dan pemenuhan kewajiban pemda terhadap masyarakat kurang baik,”
pungkas Donny.(M)
Post a Comment