Meski Dianggap Gagal, Moratorium DOB Perlu Ditinjau Lagi
Luthfi A Mutty, Anggota Komisi II DPR-RI |
JAKARTA,
Media NTB -
Penilaian Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terhadap 200 Daerah
Otonom Baru (DOB) menyebutkan hanya dua daerah yang memperolah skor 60 dari
angka 100 sebagai nilai tertingginya. Sedang 65 persennya gagal berkembang
menjadi daerah yang mampu mandiri secara ekonomi, sosial, maupun politik. DOB
bahkan dituding sebagai dalang dari pemborosan anggaran yang dikeluarkan pusat
untuk Pemda.
Menyikapi hal ini, anggota
Komisi II Luthfi A Mutty berpandangan, tudingan-tudingan terhadap DOB perlu
diluruskan terlebih dahulu. Sebab, pengusulan DOB itu adalah hak setiap daerah
yang dilindungi oleh undang-undang.
Menurut politisi NasDem ini,
telah terjadi pola hubungan pusat daerah yang kurang baik. Pemerintah pusat
memandang DOB dengan penuh curiga dan ketidakpercayaan dalam pengelolaan
pemerintahannya sendiri. Pemerintah pusat juga tidak percaya DOB akan mempu
melaksanakan baik kewenangan yang diberikan.
“Begitu pun sebaliknya,
daerah beranggapan bahwa pusat hanya mengeksploitasi kekayaan daerah untuk
memperkaya aparat di pusat,” kata Luthfi di lingkungan DPR, Kamis (8/6).
Luthfi menegaskan, pola
hubungan seperti ini tidak sehat jika dibiarkan terus-menerus. Energi
pemerintah pusat akan habis hanya untuk mengotak-atik struktur, bukan fungsi.
Padahal menurut mantan Bupati Luwuk Utara ini, struktur sangat kental dengan
aroma kekuasaan. Semestinya yang ditata adalah fungsi karena erat kaitannya
dengan pelayanan kepada masyarakat.
“Di tengah situasi global
ini yang penuh degan ketidakpastian dan sarat dengan persaingan, seharusnya
hubungan pusat-daerah tidak lagi diwarnai rasa curiga, melainkan masing-masing
pihak menumbuhkan rasa saling percaya. Sinergitas ini perlu untuk menghadapi
persaingan global,” tuturnya.
Kegagalan lebih dari separuh
DOB, menurutnya, jangan dinilai dari soal efisiensi saja. Ia sendiri mengakui
telah dibuat bingung oleh parameter apa yang digunakan pemerintah pusat untuk
mengukur keberhasilan daerah. Sebab, DOB yang masih berumur kurang dari 15
tahun tidak bisa dibandingkan dengan pemerintah daerah yang sudah otonom
puluhan bahkan ratusan tahun. Untuk itu ia meminta agar moratorium DOB ditinjau
ulang.
“Daerah-daerah tertentu DOB
justru bagian dari solusi. Misalnya, daerah yang rentang kendalinya cukup luas,
wilayah perbatasan, wilayah kepulauan, wilayah terisolir dan atau yang
berpotensi mandiri secara ekonomi. Sulit untuk dipungkiri bahwa berbagai
masalah yang ditenggarai terjadi di DOB justru lebih banyak terjadi di daerah
induk,” tandasnya.
Saat ini, setidaknya
terdapat 87 lebih usulan DOB baru yang masuk ke DPR. Sebagian besar adalah DOB
yang belum disetujui di pemerintahan yang lalu.(H/M)
Post a Comment