Wujudkan Pilkada Damai 2018, Polres Bima Gelar FGD di Hotel Kalaki Beach



Bima, Media NTB - Mewaspadai lahirnya beberapa tanggapan dan perpecahan di kalangan publik masyarakat NTB pada umumnya dan masyarakat Bima pada hususnya dalam menjemput momen pilkada serentak tahun 2018 ini, yaitu dengan mengonsumsi informasi hoax maka beberapa persoalan itu perlu diwaspadai ditengah tengah kehidupan Masyarakat Maka Polres Bima menggelar Fokus Group Discussion (FGD) Di Hotel Kalaki Beach Panda pada Sabtu, (2/6/2018).


FGD tersebut bertema "Membangun kesadaran hukum dalam rangka mengatasi maraknya ujaran kebencian dan berita hoax guna mewujudkan pilkada damai 2018 diwilayah hukum polres Bima"


Polres Bima menghadirkan 3 orang narasumber dalam kegiatan FGD tersebut diantaranya Lubis, SH, M. Hum sebagai narasumber yang membahas tentang "Pilkada dan Hoax dalam perspektif hukum pidana", Kemudian sebagai narasumber Kedua adalah Ir. Khairudin M. Ali M.Ab yang menyampaikan materi tentang "Peran media dalam menanggulangi berita hoax menjelang Pilkada serentak 2018”, dan narasumber ketiga yaitu Syarifudin SH dengan materi “Tahap penyelenggaraan pemilukada 2018”.


Kapolres Bima Bagus S. Wibowo S.I.K dalam sambutannya mengatakan pelaksanaan pemungutan suara 2018 sebentar lagi akan dilaksanakan maka perlu ada pengawalan dan pengawasan, sebagai mana yang kita ketahui akhir akhir ini perkembangan suhu politik negara kita semakin hangat, seperti hangatnya Ujaran kebencian ditengah tengah masyarakat, maka penyebaran informasi dan berita bohong akan menimbulkan berbagai macam spekulasi dan memperhambat pemilihan gubernur dan wakil gubenur NTB" katanya.


"Ketika kita mendapatkan informasi yang tidak jelas dan tidak akan menjadi ancaman ketika membaca dengan pemikiran yang rasional, begitu juga sebaliknya ketika kita mendapatkan informasi yang tidak jelas sumbernya dibaca dengan emosional maka akan melahirkan konflik dan ujaran kebencian” tutupnya.


Narasumber pertama Lubis, SH, M.Hum menyatakan bahwa dibulan puasa ini menjadi bahan pendidikan kita yaitu ujaran kebencian terhadap sesama manusia lantaran karena efek dari mengkonsumsi berita dan informasi hoax ini yang perlu dihindari oleh kita lebih lebih untuk menjemput pemilu damai 2018 ini" Katanya.


“Pemilihan Umum pada umumnya dan pilkada hususnya merupakan proses pemilihan, baik itu pemilihan di tinggkat daerah, maka perlu memilih siapa menurut kita baik yang pantas menjadi pemimpin, kalau mendahulukan sistim pemaksaan maka akan melahirkan beberapa kemungkinan saling melemparkan lelucon saling mengolok ngolok antara satu dan yang lain ini akan melahirkan ujaran kebencian" tuturnya.


Lubis mengarahkan agar dalam mementum pesta demokrasi kita mempersiapkan pilihan kita, bukan atas dasar kita dipaksakan orang lain, karena yang lain juga memiliki hak pilih.


Lubis Menjabarkan, dilihat dari segi hukum yang pertama hukum allah dan hukum yang dibuat oleh pemerintah, kedua hukum tersebut harus kita taati, kalau kita menjalankan peraturan pemerintah karena allah, insya Allah akan diridoi.


Lubis berharap agar di bulan puasa ini adalah bulan yang suci untuk kita sucikan segala pemikiran kita lebih lebih menghindari fitnah antara satu dengan yang lain tidak boleh kita saling mungujar kebencian apalagi mengujar kebohongan dekat momen pilkada seperti ini dan akan memperhambat jiwa demokrasi Diantara golongan masyarakat, suku dan budaya.


Lubis menegaskan bahwa penyebaran informasi dan Berita hoax itu diancam undang undang ITE pasal 35 Kemudian UU Pasal 1 ayat 156 KUHP tentang ujaran kebencian ditengah tengah masyarakat yang melahirkan kebencian dan perpecahan.


Sementara itu, Ir. Khairudin M.Ali M.Ab mengatakan bahwa hoax itu bukan berita tapi informasi, karena nilai informasi dan berita itu berbeda karena berita itu jelas ada redaktor dan wartawannya, mereka ini diatur dalam kode etik jurnalistik, dengan ketegasan bahwa Wartawan indonesia tidak boleh mempublikasikan berita hoax.


Ia mengatakan bahwa Hoax ini sangat berbahaya dalam kehidupan kita karena yang merusak kita sekarang adalah informasi yang bukan fakta.


"Apalagi di musim Pilkada ini, ada 4 calon Gubernur yang siap kita pilih sesuai dengan hati nurani kita tanpa saling menghujat lawan politik dan juga saling mengujar kebencian" ungkapnya.


Sedangkan Syarifudin SH menyampaikan bahwa regulasi yang mengatur atau Dasar hukum pelaksanaan pilkada gubernur dan wakil gubernur NTB. UU Nomor 10 tahun 2016 perubahan kedua atas UU nomor 1 tahun 2015 tentang transaksi elektronik dan informasi.


"Berita hoax itu bisa berdampak besar terhadap telaksananya pilkada, kenapa begitu karena penyampaian informasi itu dapat merusak dan meresahkan orang lain dan melahirkan kebencian antara sesama" katanya.


Dijelaskannya bahwa potensi masalah dalam tahap kampanye yang dilarang itu seperti penayangan iklan di media sosial kampanye di media cetak dan elektronik diluar ketetapan dan ketentuan KPU, dilarang memang peragakan kampanye tampa ketetapan dan ketentuan KPU, penggunaan fasilitas negara dalam kampanye, penggunaan program dan anggaran negara untuk berkampanye pasangan calon tertentu, dan melakukan kampanye dimasa tenang.


Selain dari pada itu ada beberapa tempat yang dilarang untuk melakukan kampanye atau pemasangan spanduk dan selebaran lebih umumnya adalah alat peragakan Sekolah, istansi, rumah sakit, kalaupun di dapatkan hal tersebut yang wajib melaksanakan pengawasan itu adalah tugasnya Panwas dan mayarakat juga harus mengetahui" tutupnya.(Mijin)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.