BPJS Kesehatan Jelaskan Aturan Main Urun Biaya dan Selisih Biaya JKN-KIS
Bima, Media NTB - Memasuki tahun kelima, pagar hukum Program Jaminan
Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) diperkokoh. Kementerian
Kesehatan pun mengundangkan regulasi soal ketentuan urun biaya dan selisih
biaya JKN-KIS, yang ditetapkan untuk menekan potensi penyalahgunaan pelayanan
di fasilitas kesehatan.
Kepala
Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf menerangkan, dalam Peraturan
Kementerian Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 Tahun 2018, jenis pelayanan
kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan dalam Program JKN-KIS tersebut
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.
Ketentuan
urun biaya tersebut diberlakukan bagi jenis pelayanan kesehatan yang dapat
menimbulkan penyalahgunaan pelayanan dalam Program JKN-KIS. Adapun penetapan
jenis-jenis pelayanan kesehatan dilakukan berdasarkan usulan dari BPJS
Kesehatan, organisasi profesi, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan.
“Saat
ini urun biaya memang masih belum diberlakukan, karena masih dalam proses
pembahasan jenis pelayanan apa saja yang akan dikenakan urun biaya. Tentu
usulan itu harus disertai data dan analisis pendukung yang dapat
dipertanggungjawabkan. Selanjutnya Kementerian Kesehatan membentuk tim yang
terdiri atas pengusul tersebut, serta akademisi dan pihak terkait lainnya,
untuk melaksanakan kajian, uji publik, dan membuat rekomendasi,” ucap Iqbal
dalam Diskusi Media di BPJS Kesehatan Kantor Pusat, Kamis (17/01/19).
Iqbal
mengatakan, fasilitas kesehatan wajib menginformasikan jenis pelayanan yang
dikenai urun biaya dan estimasi besarannya kepada peserta. Ke depan, peserta
atau keluarganya harus memberikan persetujuan kesediaan membayar urun biaya
sebelum mendapatkan pelayanan. Aturan besaran urun biaya tersebut berbeda
antara rawat jalan dengan rawat inap.
“Nantinya
untuk rawat jalan, besarannya Rp 20.000 untuk setiap kali kunjungan rawat jalan
di RS kelas A dan RS kelas B, Rp 10.000 untuk setiap kali kunjungan rawat jalan
di RS kelas C, RS kelas D, dan klinik utama, serta paling tinggi Rp 350.000
untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam waktu 3 bulan. Perlu diperhatikan,
nominal ini terbilang kecil daripada total biaya pelayanan yang diperoleh
peserta,” jelas Iqbal.
Sedangkan
untuk rawat inap, besaran urun biayanya adalah 10% dari biaya pelayanan,
dihitung dari total tarif INA CBG’s setiap kali melakukan rawat inap, atau
paling tinggi Rp 30 juta. Selanjutnya, BPJS Kesehatan akan membayar klaim RS
dikurangi besaran urun biaya tersebut. Urun biaya dibayarkan oleh peserta
kepada fasilitas kesehatan setelah pelayanan kesehatan diberikan.
“Ketentuan
urun biaya ini tidak berlaku bagi peserta JKN-KIS dari segmen Penerima Bantuan
Iuran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah,” tegas Iqbal.
Pada
kesempatan yang sama, Iqbal juga menerangkan soal aturan bagi peserta yang
hendak meningkatkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari haknya, termasuk
rawat jalan eksekutif. Iqbal mengatakan, Permenkes tersebut tidak melarang
peningkatan hak kelas rawat di rumah sakit. Meski demikian, ada konsekuensi
pembayaran selisih biaya yang harus ditanggung oleh peserta JKN-KIS yang
bersangkutan.
“Peningkatan
kelas perawatan tersebut hanya dapat dilakukan satu tingkat lebih tinggi dari
kelas yang menjadi hak kelas peserta. Pembayaran selisih biayanya dapat
dilakukan secara mandiri oleh peserta, pemberi kerja, atau melalui asuransi
kesehatan tambahan,” terang Iqbal.
Lebih
lanjut ia menjelaskan, untuk peningkatan kelas rawat inap dari kelas 3 ke kelas
2, dan dari kelas 2 ke kelas 1, maka peserta harus membayar selisih biaya
antara tarif INA CBG’s antar kelas. Sementara untuk peningkatan kelas rawat
inap dari kelas 1 ke kelas di atasnya, seperti VIP, maka peserta harus membayar
selisih biaya paling banyak 75% dari tarif INA CBG’s kelas 1. Sedangkan untuk
rawat jalan, peserta harus membayar biaya paket pelayanan rawat jalan eksekutif
paling banyak Rp 400.000 untuk setiap episode rawat jalan.
“Sama
halnya dengan aturan tentang urun biaya tadi, fasilitas kesehatan juga harus
memberi inofrmasi kepada peserta atau keluarganya tentang biaya pelayanan yang
ditanggung BPJS Kesehatan dan berapa selisih biaya yang harus ditanggung
peserta. Baik peserta ataupun keluarganya juga harus menyatakan kesediaannya
membayar selisih biaya sebelum mendapatkan pelayanan,”. Tutupnya.(Ucok)
Post a Comment