TNI Hadir Untuk Melindungi Rakyat Bukan Untuk Membunuh
Kapendam XVII/Cenderawasi Kolonel Inf. Muhammad Aidi |
Menyikapi Seruan Gubernur
Papua Lukas Enembe (LE) dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua Yunus
Wonda (YW) serta para pimpinan Fraksi DPR Prvinsi Papua pada hari Kamis
(20/12/2018), kepada Presiden RI, Panglima TNI dan Kapolri agar menarik seluruh
aparat TNI-Polri yang sedang melaksanakan tugas pengamanan di Kabupaten Nduga
pasca terjadinya tindakan pembantaian secara keji terhadap puluhan orang
Pahlawan Pembangunan Papua di Puncak Kabo Distrik Yigi Kab. Nduga pada tanggal
1-2 Desember lalu.
Kapendam XVII/Cenderawai
Kolonel Inf Muhammad Aidi saat dihubungi awak media memberikan tanggapan. Saya
sudah baca seruan tersebut yang diberitakan oleh beberapa media, ujar Aidi.
Seruan tersebut menunjukkan bahwa Gubernur dan Ketua DRP serta pihak-pihak
tidak memahami tugas pokok dan fungsi (tupoksi)nya sebaga pemimpin, pejabat dan
wakil rakyat. Bahwa seorang Gubernur adalah wakil dan perpanjangan tangan
pemerintah pusat dan Negara Republik Indonesia (RI) di daerah. Gubernur
berkewajiban menjamin segala program Nasional harus sukses dan berjalan dengan
lancar di wilayahnya. Bukan sebaliknya malah Gubernur bersikap menentang
kebijakan Nasional.
Kehadiran TNI-Polri di Nduga
termasuk di daerah lain di seluruh wilayah NKRI adalah untuk mengemban tugas
Negara guna melindungi segenap Rakyat dan seluruh tumpah dara Indonesia kok
Gubernur dan ketua DPR malah melarang kami bertugas, sedangkan para gerombolan
separatis yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran hukum dengan membantai
rakyat, mengangkat senjata untuk melawan kedaulatan Negara malah didukung dan
dilindungi.
Sampai sekarang masih ada
empat orang korban pembantaian oleh KKSB yang belum diketahui nasibnya dan
entah dimana rimbahnya. Bapak Gubernur, Ketua DPR, Para Ketua Fraksi-Fraksi
DPR, Pemerhati HAM dan seluruh pihak-pihak yang berkepentingan, Apakah
Saudara-Saudari semua dapat memahami bagaimana perasaan duka keluarga korban
yang setiap saat menanyakan kepada TNI-Polri tentang nasib keluarganya yang
masih hilang? Apalagi kalau mereka mendengar bahwa TNI-Polri telah menghentikan
pencarian karena perintah Gubernur dan DPR? Dimana hati nurani Saudara-Saudari
sebagai manusia sama-sama ciptaan Tuhan apalagi sebagai pemimpin? Bagaimana
kalau hal tersebut terjadi pada anda?
Sebagaimana yang tertuang
dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN
DAERAH, Pasal 67. Kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah meliputi:
khususnya poin; a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan
dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan poin f.
melaksanakan program strategis nasional.
Dengan demikian bila
Gubernur LE bersikap mendukung perjuangan Separatis Papua Merdeka dan menolak
kebijakan program strategis Nasional maka LE telah melanggar UU Negara dan
patut dituntut sesuai dengan hukum.
Gubernur adalah ketua
Forkopinda di daerah dimana anggotanya meliputi Pangdam, Kapolda Ketua
Pengadilan dan Kepala Kejaksaan. Dengan posisinya LE seharusnya melaksanakan
rapat Forkopinda untuk bersama-sama membahas tentang upaya menumpas gerakan
separatis diwilayahnya. Bukan membuat satatemen yang seakan-akan mejadi juru
bicara gerombolan separatis dan menyudutkan peranan TNI-Polri dalam penegakan
hukum.
Kodam XVII/Cenderawasi tidak
akan menarik pasukan dari Kab. Nduga. Selaku prajurit di lapangan hari Raya
bukanlah alasan untuk ditarik dari penugasan, karena kami yakin Tuhanpun juga
Maha Tahu akan kondisi itu. Sebagian besar Prajurit kami juga ummat Kristiani.
Pangdam dan Kapolda juga hambah Tuhan. Kami Parjurit sudah terbiasa merayakan
hari Raya di daerah penugasan, di gunung, di hutan, di tengah laut atau
dimanapun kami ditugaskan. Dan tidak ada masalah dengan perayaan Natal di Mbua
dan Yigi Kompleks, Rakyat dan aparat keamanan khususnya ummat Kristiani akan
melaksanakan ibadah secara bersama-sama. Tanggal 6 Desember yang lalu di Mbua
dilaksanakan ibadah bersama antara Rakyat dan TNI di Gerja Mbua dipimpin oleh
Pendeta Nataniel Tabuni (Koordinator Gereja se Kab. Nduga) dihadiri oleh Danrem
172/PWY Kolonel J. Binsar. P. Sianipar.
Saya ingin menegaskan bahwa
terjadinya tindakan kekerasan yang memakan korban dan mengakibatkan trauma
terhadap rakyat di Nduga termasuk di daerah manapun di seluruh Indonesia bukan
disebabkan karena hadirnya aparat keamanan TNI-Polri di daerah tersebut. Tetapi
kekerasan itu terjadi karena adanya pelanggaran hukum, karena adanya gerombolan
separatis yang mempersenjatai diri secara illegal, melakukan pembantaian secara
keji terhadap rakyat sipil yang tidak berdosa. Ingat, mempersenjatai diri
sendiri cara illegal itu sudah merupakan pelanggaran hukum berat yang tidak
pernah dibenarkan dari sudut pandang hukum manapun di seluruh dunia, bukan
hanya di Indonesia. Tapi kalau aparat keamanan yang diminta untuk meletakkan
senjata, itu adalah kesalahan terbesar.
Jadi menurut Saya Gubernur
dan Ketua DPR serta pihak manapun tidak sepantasnya meminta aparat keamanan
TNI-Polri ditarik dari Nduga dimana didaerah tersebut telah terjadi pelanggaran
hukum berat yang harus mendapatkan penindakan hukum. Justru apabila TNI-Polri
tidak hadir padahal nyata-nyata di tempat tersebut telah terjadi pelanggaran
hukum berat maka patut di sebut TNI-Polri atau Negara telah melakukan tindakan
pembiaran.
Seharusnya bila Gubernur dan
Ketua DPR sebagai seorang pemimpin dan wakil rakyat yang bijak, beliau tidak
harus meminta aparat keamanan TNI-Polri yang ditarik, tetapi para pelaku
pembantaian itulah yang harus didesak untuk menyerahkan diri beserta senjatanya
kepada pihak yang berwajib guna menjalani proses hukum untuk mempertanggung
jawabkan perbuatannya.
Bukankah gerombolan
Separatis pimpinan Egianus Kogoya telah menyatakan bahwa merekalah yang
bertanggung jawab telah melakukan pembantaian terhadap puluhan karyawan PT.
Isataka Karya? Kalau mereka memang bertanggung jawab harusnya jangan menjadi
pengecut dan bersembunyi kemudian kemana-mana berkoar-koar seolah-olah mereka
yang teraniaya sedangkan aparat keamanan dituduh sebagai penjahat kemanusiaan.
Kami TNI-Polri bukan datang
untuk menakut-nakuti Rakyat apalagi membunuh Rakyat. Yang kami cari adalah
mereka para pelaku pembantaian. Rakyat dan aparat TNI-Polri bisa merayakan
natal bersama di daerah tersebut. Rakyat tidak perlu merasa terganggu atas
kehadiran TNI-Polri di Mbua dan Yigi Kompleks. Yang merasa terganggu adalah
mereka para pelaku kejahatan yang berlumuran dosa telah membatai warga sipil
yang tidak berdaya.
Kepada para
kelompok-kelompok berkepentingan, para pejabat birokrat, wakil rakyat,
akademisi, tokoh agama, aktifis, pemerhati HAM dan lain-lain yang selalu
berkomentar miring menyudutkan aparat TNI-Polri, seakan-akan tidak ada
sesuatupun yang benar yang dilakukan oleh TNI-Polri, instrofeksilah diri
Saudara, berhentilah mengatas namakan rakyat, seolah-olah Saudara adalah dewa
pelindung dan penyelamat rakyat, karena belum tentu juga seberapa besar peranan
Saudara untuk memihak kepada kepentingan Rakyat. Ketika rakyat sipil atau
anggota TNI-Polri yang jadi korban oleh kebiadaban para KKSB, Saudara semua diam,
bungkam seribu bahasa. Tetapi manakalah yang menjadi korban adalah pihak KKSB
Saudara-saudara langsung bereaksi bagaikan cacing kepanasan. Ini semua
indikator apa????
Saat Asmat dilanda musibah
KLB campak dan gizi buruk, TNI adalah institusi pertama yang terjun langsung ke
Asmat dengan mengerahkan segala sumber dayanya dipimpin langsung oleh Pangdam
XVII/Cend dan Panglima TNI, tapi kami tidak pernah tahu bantuan apa yang telah
diberikan oleh pemerintah Provinsi dan wakil rakyat terhadap warga Asmat, bahkan
mungkin satu kalioun Pemerintah Provinsi dalam hal ini Gubernur LE tidak pernah
menengok warganya yang menderita di Asmat.
Saat bencana Embun Beku
melanda di Distrik Kuyawage Lannyjaya pada bulan Juli 2015, yang mengakibatkan
ratusan masyarakat Kuyawage eksodus mengungsi ke Tiom, maka Dandim Jayawijaya
dan Kapolres Lannyjaya beserta jajaranya yang paling pertama mendirikan
tenda-tenda pengungsian, membangun dapur umum, menjemput para pengungsi sampai
kepucuk-pucuk gunung, kondisi seperti itupun kami masih diganggu dengan
tembakan oleh kelompok Separatis pimpinan Enden Wanimbo. Tapi kami tidak pernah
mendengar bantuan apa yang diberikan Pemda Provinsi dan wakil Rakyat terhadap
warga Kuyawage.
Saat Mbua dilanda penyakit
dimana puluhan Bayi dilaporkan meninggal pada bulan Oktober-November 2015,
Kodim 1702/Jayawijaya adalah institusi pertama yang mengirim bahan makanan,
lauk pauk, pakaian, selimut dan lain-lain ke Mbuah dan saat itu disambut oleh
Pendeta Natalies Tabuni koordinator gereja se Kab. Nduga. Tapi kamipun tidak
pernah mendengar bantuan apa yang telah diberikan oleh Pemda Provinsi dan Wakil
Rakayat maupun Pemda Kabupaten Nduga terhadap rakyatnya di Mbua.
Termasuk persoalan
kemanusiaan lainnya yang melanda Papua selama ini, apakah itu wabah penyakit,
bencana longsor, gempa bumi, banjir, kebakaran hutan, konflik sosial dan
lain-lain, TNI selalu hadir sebagai garda terdepan untuk meringankan beban
warga yang menderita.
Kami TNI-Polri tidak butuh
dipuji dan disanjung terhadap apa yang telah kami lakukan untuk rakyat, karena
memang itulah tugas dan kewajiban kami untuk melindungi segenap rakyat dan
seluruh tumpah dara kami.
Betul, kami dilatih, dididik
dan disiapkan untuk membunuh dan terbunuh, tapi kami para prajurit adalah
orang-orang yang paling menghargai kehidupan, karena kami siap mempertaruhkan
kehidupan kami sendiri untuk menjamin kehidupan rakyat kami dan kehidupan yang
lebih besar.
Selaku Prajurit TNI dan
Pribadi Saya sangat hormat dan bangga kepada Walikota Jayapura, DR. Drs. Benhur
Tommy Mano, M.M atas peryataan sikapnya yang tetap setia kepada NKRI dan
menentang sistem yang tidak demokratis berlangsung di tanah Papua ini, yaitu
sistem Noken. Bapak walikota telah mempresentasikan dirinya sebagai Negarawan
sejati yang menempatkan kepentingan Bangsa dan Negara diatas kepentingan
golongan, kelompok apalagi kepentingan Pribadi. Bapak walikota Jayapura peatut
menjadi contoh dan panutan bagi setiap Kepala Daerah, setiap pemimpin termasuk
setiap tokoh Bangsa di seluruh Wilayah NKRI.
Post a Comment