Pemilik Tanah Ngotot Pekerjaan Embung Soka Tetap Dihentikan


Bima, Media NTB - Polemik antara para pemilik tanah tempat dibagunnya Embung Soka yang ada di kecamatan Wawo dengan bagian Tatapem Kabupaten Bima terus kepanjangan. Antara kedua belah pihak itu seolah saling mempertahankan kebenarannya masing-masing, sehingga berujung diberhentikannya pekerjaan pembangunan Embung oleh para pemilik tanah.



Mengulas kembali keterangan yang disampaikan oleh kepela desa Maria Utara dan Anggota LPMD Desa Maria sebelumnya, dimulainya pekerjaan pembangunan Embung, tidak dilakukan pembebasan tanah masyarakat yang akan dikorbankan terlebih dahulu. Penundaan jadwal pertemuan yang berkali-kali, mendatangi satu-persatu pemilik tanah untuk penandatangan surat kesepakatan harga yang telah ditetapkan, tanpa memberikan ruang kemerdekaan masyarakat untuk mengajukan penawaran harga, disertai adanya kata-kata yang cenderung menakut-nakuti. Itu menjadi bukti, bahwa Kabag Tatapem nampak tidak memiliki itikad baik untuk berkomunikasi dengan para pemilik tanah.



Syahrul anggota LPMD Desa Maria Kecamatan Wawo Selasa Malam melalui fia Telepon (Hp) kembali menceritakan, Selasa siang (18/11/19) dirinya bersama H. Majid, H. M. Alwi dan Bambang, masing-masing pemilik tanah diundang oleh Kabag Tatapem kabupaten Bima. Undangan itu menyusul setelah ada gerakan pemberhentian pekerjaan pembangunan Embung Soka, yang dikerjakan oleh CV. Bagun Jaya dengan nilai kontrak Rp.6 milyar lebih.



"Tadi siang kita diundang oleh Kabag Tatapem, tujuannya membahas harga tanah di Embung Soka yang Bermasalah, hingga menyebabkan pekerjaan dihentikan" ungkapnya.



Lanjut Syahrul, Pertemuan dengan tujuannya untuk menemukan kesepakatan harga tanah yang masih bermasalah itu, Turut hadir juga Camat Wawo. Namun sayangnya, hingga pertemuan itu tidak membuahkan hasil. Karena pihak pemerintah "Tatapem" hanya menyanggupi biaya pembebasan lahan sebanyak Rp.6 juta per orang, tanpa mempertimbangkan luas dan kualitas tanah. Sementara kita "pemilik tanah" meminta untuk tanah yang hasilnya 20-30 per tahun dibayar 60 juta, sementara yang kurang dari itu dihargai 30 sampai 20 juta. "Sia-sia saja kita Hadiri ikut pertemuan, ternyata tanah kita-kita mau dibayar Rp.6 juta, tanpa ada pertimbangan luas dan kualitas tanah" tutur Syahrul dengan nada sinis.



Karena tidak ada harga yang bisa dikesepakati, maka pilihan kami akan tetap menghentikan pekerjaan sampai ada titik temu soal harga tanah. Apa pun yang akan terjadi dibalik semua ini akan kita tanggung, dan selain itu persoalan ini akan segera diadukan ke DPR kebupaten Bima, karena kelihatannya Bupati dan wakil Bupati tidak menghiraukan persoalan ini, sementara sebelumnya sudah dilaporkan. "Kami akan tetap mempertahan tanah itu, apa pun resikonya akan kita tanggung. Sembari kami adukan ke anggota DPRD dan kalau di Dewan tidak ada jalan maka akan ditempuh jalur lain" tegasnya.



Sementara Kabag Tatapem kabupaten Bima, yang dihubungi fia telepon dan pesan WhatsApp untuk dimintai tanggapan terkait masalah tanah yang dipersoalkan itu, namun hingga berita ini ditulis tidak ada jawaban.Tutupnya.(Ucok)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.