IDP - Dahlan Bukanlah Makhluk Tunggal Yang Menakutkan Pada Kancah Pilkada 2020


Oleh : Imam Fardin Aktivis HMI

Berawal dari argumentasi yang kita kontruksikan di atas, bagi Saya dapat memberi jalan untuk meneropong keterbukaan peluang meyakinkan diri dan konstituen bahwa sebagai figur yang baru bermunculan siapapun itu, haruslah menjadi faiter politik yang senantiasa siap - siaga menentang petahana, sekuat apapun mereka serta apapun dalilnya demi gerak wujudnya suatu perubahan keadaban.



IDP - Dahlan adalah manusi biasa yang sama - sama kita hargai keterbatasan kemampuanya, minim pemahaman, mengalami degradasi yang cukup luar biasa (krisis intelektualitas/moralitas dan krisis kepercayaan masyarakat), minim prestasi dan selama periodik kepemimpinannya tidak kita temukan terobosan - terobosan baru dalam menciptakan/menghidupkan suatu produk - produk domestik yang dapat memenangkan Pasar dimana nilai dan simbol kebimaanya harus menjadi keunggulan absolut.



Di samping itu, di bawah kepemimpinan IDP - DAHLAN, Bima semacam kehilangan identitas dimana nilai - nilai luhur kemanusiaan dan ketuhanan tidak lagi di dengungkan, semua seolah terkubur oleh ambigu politik yang berorientasi pada kepentingan Kelompok Komunal, Partai, TimSes, semata - mata melindungi syahwat politik dinasti serta penerapannya besifat oligarki. Sementara ketimpangan sosial yang terjadi di 18 Kecamatan, 191 Desa sama sekali  belum bisa teratasi dan terintegrasi dengan baik. Perkelahian dimana - mana, peperangan, perampokan, sampai pada tingkat kejahatan pemerkosan mencirikan/menandakan kelemahan dan  ketidakmampuan mereka dalam mencegah, menangani, mensiasati apa yang di anggap problema yang dapat merusak kredibilitas Daerah. Sampai disini cukup kita pahami bahwa mereka bukanlah putra - putri solutif bagi Daerah tercinta.



Misi Bima Ramah hanya terletak di ujung lidah di tepi bibir, mnjadi simbol kekosongan otak, cenderung ingkar, tidak kompeten, tidak berintegritas, tidak kredibil hingga mnjalankan sistem pemerintahan yang sah pun, terlihat mati suri.



Matinya peradaban suatu Daerah, akibatnya kekuasaan/kebijakan jatuh pada tangan yang salah. Hal ini menjadi catatan penting bagi kita semua selaku Pemuda, Mahasiswa, Aktivis, Praktisi, Politisi sebagai bagian dari kesadaran berpolitik bahwasanya ruang perpolitikan harus segera dinobatkan/diberikan pada ahlinya dalam mengatur, menginterpretasikan diri, memflorkan konsep, ide dan gagasan -gagasan besar, gagasan emas/cemerlang sebagai kerangka dan landasan untuk menghidupkan memajukan peradaban yang selaras dengan tuntutan zaman.



Tumbuh suburnya suatu peradaban di tingkat kedaerahan harus diawali dengan sistem yang baik dan benar, dan sistem itu akn berjalan dengan baik dan benar serta maksimal manakala figur/stakeholders berpengetahuan luas dan mumpuni srta beretika dan beradab.



Hal semacam ini yang jarang kita temukan pada konteks kebimaan era ini.  Kontestasi politik dimaknai sebagai interpretasi demokrasi sehingga semuanya merasa memiliki hak untuk berperan dan berpartisipasi. Atas nama hak dan kewajaran, maka jangan heran, asal punya basis massa yang besar dan mumpuni, merasa memiliki punya banyak finansial, maka penjahat dan setan sekalipun ikut mencalonkan diri pada setiap pergantian periodik kepemimpinan. Hal semacam ini perlu untuk di benahi secara masif dan totalitas oleh kita selaku generasi muda yang sadar dan tercerahkan.(**)

#Jalan Baru 2020.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.