IJTI NTB: Stop Ekslusifitas dan Patuhi Protokol Kesehatan Hadapi Covid-19


Mataram, Media NTB - Kasus penularan Covid-19, saat ini telah menjadi wabah Pandemi Global di ratusan negara termasuk di Indonesia. Dengan korban yang tidak sedikit, juga dengan pola penularan yang masif melalui interaksi sosial manusia ke manusia. Disisi lain, ragam langkah proteksi atau pencegahan resiko terus dilakukan oleh negara hingga lingkup birokrasi terkecil di daerah, guna meminimalisir resiko berkembangnya virus yang mecetak angka peningkatan penderita yang cukup signifikan tersebut.



Sebagaimana data yang dihimpun hingga pekan terakhir bulan Maret 2020, jumlah sebaran kasus covid-19 secara global telah terjadi di 199 negara, dengan jumlah warga dunia terpapar mencapai 465 ribu lebih kasus, dengan angka pasien meninggal dunia sebanyak 21 ribu lebih.  Sementara di Indonesia, data tersebut telah mencapai 1046 kasus positif covid-19, dengan jumlah pasien meninggal mencapai 87 orang, yang  tersebar di 28 provinsi (Sumber data 27 maret 2020 di www.covid19.go.id).  Angka ini diperkiaraan akan terus bertambah, seiring karakteristik pola penyebaran virus yang terjadi melalui interaksi sosial masyarakat.



Tingginya jumlah warga dunia yang saat ini tertular, dengan pola komunal dan resiko kontraksi tubuh secara medis yang dialami  penderita, mulai demam, batuk dan sesak nafas dengan pola serangan organ pernafasan manusia, dikhawatirkan menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia, dan sekaligus menjadi tantangan literasi dunia medis kedepan.



Belakangan ramai juga disosialisasikan bebeberapa pola pencegahan, yang mesti dilakukan sebagai preventif mencegah resiko covid-19 secara massal, mulai kebijakan Lockdown yang diberlakukan sejumlah negara, sosial distance dan physical distance dalam lingkup komunitas masyarakat yang lebih kecil, serta ragam proteksi  penyikapan sektoral, seperti sosialisasi atau sterilisasi kawasan dengan cairan disinfektan. Langkah ini harus didukung bersama sebagai sebuah regulasi bersama, bersatu melawan  pandemi corona saat ini.



Dalam bingkai jurnalistik, Ketua IJTI NTB Riadis Sulhi pada Sabtu (28/3) menyampaikan, bahwa fenomena covid-19 menjadi isu berita yang seksi untuk diangkat secara lengkap dalam pemberitaan. Namun di sisi lain, fenomena ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi awak media dalam menjalankan tugasnya melakukan pendalaman materi.



“Karakteristik virus corona yang menyebar melalui pola interaksi sosial, secara dasar bisa menjadi penghambat tidak optimalnya kerja jurnalistik,” katanya.



Riadi mengatakan, terdapat tiga hal yang harus menjadi titik perhatian dalam fase interaksi peliputan seorang jurnalis dalam  menyampaikan materi sensitif seperti covid, yakni keselamatan pribadi (safety first), materi berita (news of value), dan  kepatuhan mengikuti protokol kesehatan (standart health care), yang dianjurkan  pemerintah dan pihak terkait.



“Dalam mengawal penanganan covid-19 dalam konteks peliputan berita, sudah sepatutnya kita semua peduli standar opersional, prosedur oleh pihak dinas kesehatan, sebagai pola menjaga keselamatan pribadi (safety first),” tegasnya.



Ia menilai dalam konteks ini, menjaga pola interaksi dan mengenakan standar  perlindungan diri untuk menghindari penularan harus dilakukan.



“Disini diperlukan protokol standar mitigasi peliputan Covid-19  yang harus ditetapkan oleh pihak perusahaan, news room, atau dewan redaksi  terhadap para jurnalis di lapangan. Dalam situasi terburuk pemerintah harus merancang regulasi pres confrence, dengan meniadakan  pertemuan langsung yakni dengan sistim rilis data dan video confrence, yang diambil pihak terkait untuk disebarluaskan kepada para media,” lanjut Riadi.



Sementara agar masyarakat bisa mendapatkan informasi yang obyektif, seorang jurnalis harus  mengedepankan fakta akurat dengan bersumber pada tim yang ditunjuk menjadi gugus tugas penangnan covid-19. Baik secara nasional maupun tim di masing - masing daerah. Sehingga, tidak menimbulkan stigmatiasi dalam membuka identitas pasien, mengharuskan untuk memberitakan secara jujur, tidak mendramatisir untuk meraih kesan sensasional, serta selalu mengedepankan nilai - nilai kemanusiaan di dalamnya. “Karena ingat, fenomena covid masuk karegori Bencana Nasional Non Alam yang harus menjadi keprihatinan dan kepedulian kita bersama,” ucapnya.



Selain itu juga, bersinergi secara baik dengan pihak terkait pemegang kebijakan penanganan Covid-19, dalam memetakan wilayah dan resiko penyebaran. Hal ini menurut Riadi penting dilakukan, sebagai langkah tanggap penanggulangan resiko yang mutlak oleh seorang jurnalis. Agar upaya terpadu penanganan covid-19, dalam kerangka sajian informasi yang sehat kepada masyarakat bisa terwujud.



“Saatnya media masa dalam dimensinya (cetak, online maupun elektronik), mampu tampil menjadi garda terdepan dalam penyampaian informasi yang akurat, edukatif dan menenangkan bagi publik. Mari bersatu mengawal penuntasan kasus covid oleh pihak terkait, sementara tugas kita adalah memerangi Hoax, dan menyampaikan informasi yang sehat kepada masyarakat,” jelasnya.



Atas nama IJTI NTB, Riadi juga berpesan agar para jurnalis berpikir sehat, mematuhi anjuran protokol kesehatan secara benar, jaga jarak dalam berinteraksi, kenakan masker, dan berdiam diri di rumah (stay at home). “Atau jika memungkinkan mulailah bekerja dari rumah (work at home) dalam rangka memutus rantai penularan covid-19 yang merebak saat ini,” pungkasnya.(Mus)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.