Amburadulnya Basic Data Terpadu Dalam Penanganan Covid-19 di Kabupaten Bima


Oleh : Nukman Mukhtar, M.Si.


Awal tahun 2020 menjadi awal tahun yang berat bagi masyarakat dan pemerintah. Bukan hanya di Indonesia, tapi dirasakan hampir seluruh Negara di dunia. Kemunculan virus jenis baru yaitu Corona Virus Desease 2019 (Covid-19) di akhir tahun 2019 menyebar dengan cepat ke seluruh belahan dunia. Indonesia sendiri baru terkena dampak virus ini diawal tahun 2020, dengan kenaikan pasien positif semakian bertambah signifikan setiap harinya terutama di kota Jakarta. Hal ini berdampak pada semua sektor, baik pekerja buruh lepas sampai ke pegawai kantoran. Untuk memutus tali penyebaran virus Covid-19 ini pemerintah menetapkan sementara untuk bekerja dari rumah (work from home) bagi karyawan kantor atau yang memungkinkan membawa pekerjaannya ke rumah. Mulai dari Pemprov, Pemkab dan Pemdes melakukan pencegahan dengan menyemprotkan desinfektan di tempat umum dan fasilitas umum.


Bagaimana dengan Kabupaten Bima?

Kabupaten Bima menganggarkan sebesar 79 milyar (per Mei 2020) untuk menangani kasus Covid-19. Seluruh kecamatan bahkan desa di Kabupaten Bima dihimbau untuk melakukan penyemprotan di lingkungan masing-masing.


Lalu saya dapat tambahan lagi informasi bahwa Pemerintah Kabupaten Bima, akan menggeser Rp 50 miliar anggaran belanja langsung dan tidak langsung untuk penanganan covid-19 di Kabupaten Bima.


Rencana ini disampaikan Wakil Ketua Tim Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Bima,  Drs H Taufik HAK MSi, saat ditemui wartawan di ruangan utama rapat Kantor DPRD Kabupaten Bima, Rabu 22 April 2020 beberapa hari lalu Taufik mengatakan, saat ini Pemkab merencanakan pemotongan dari DAU sebesar Rp 50 miliar. Anggaran sebesar ini, akan digunakan untuk penanganan covid-19 selama tiga bulan ke depan mulai dari Bulan April hingga Juni 2020. pergeseran sebesar Rp 50 miliar ini sementara dan masih akan ada lagi pergeseran anggaran selanjutnya yang bersumber dari dana pembangunan fisik di Kabupaten Bima.


Dan menariknya, semua itu belum cukup, saya mendapatkan sebuah imformasi dari Kabid DPKAD melalui staf biasa di kantornya bahwa pemkab Bima mulai maret kemaren telah dengan tegas mengeluarkan kebijakan memangkas dan mengalihkan semua mata anggaran daerah termasuk untuk belanja pegawai aparaturnya misalnya mulai dari penghasilan seperti gaji pokok tunjangan keluarga,  profesi hingga THR, salah satu sumber terpercaya di DPKAD mengatakan dan menegaskan termasuk perubahan-perubahan atas apapun tidak diijinkan dan diperbolehkan oleh kabidnya saat ini termasuk melayani input dan entry data kepegawaian seperti memasukkan nilai berkala impassing pegawai karena akan dikhawatirkan akan mempengaruhi postur anggaran dan menurut mereka lebih baik dialihkan dan dipangkas atas nama covid sembilan belas.


Lalu pertanyaannya, kenapa setda bersama DPKAD beserta OPD OPD begitu rakus dan serakah memangkas dan mengalihkan anggaran daerah yang nyata nyata hak pegawainya, apakah tidak khawatir akan menimbulkan masalah baru? Terus yang kedua apakah dana dari pusat melalui droping anggaran jaring pengaman sosial tidak cukup buat dana mbojo ma mbuju ro ma mbari ini? Ataukah pejabatnya yang sangat mbere dengan anggaran itu? Setau saya negara telah mengirim ke daerah alokasi jps dll itu mencapai miliaran dari total Rp 110 trilliun itu, apakah itu belum cukup?


Jika memang anggaran rencananya akan digeser oleh sekda berarti tidak melalui mekanisme dong, karena dewanpun sifatnya hanya diberitahu setelah semuanya acc oleh eksekutif terus dimana fungsi budgeting anggota legislasi kita dan sejauhmana keberadaannya untuk mengontrol dan memantau kemaslahatan bersama.


Saya menduga dan menilai ada yang janggal dari seluruh proses rangkaian yang ada dalam penanganan Covid-19 terutama di Kabupaten Bima akibat ketidakterbukaan manajemen pengelolaannya sejak awal oleh pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan daerah.


Tata cara mengalihkan anggaran sebagaimana yang dikatakan pak sekda pun penulis menilainya janggal harusnya pengalihan itu melalui musrenbang bukan dinyatakan sepihak hanya karena yang bersangkutan mengaku dirinya sekda, pertanyaan saya sekrang pada pemkab bima sejak kapan pemerintah melakukan musrenbangda terkait covid dan kenapa kegiatan itu tidak dilakukan secara real meeting, jika alasannya covid itu adalah sebuah alibi untuk mengelabui kebijakan anggaran sedangkan rapat rapat lainnya bahkan pengumpulan massa dalam skala besar tetap dilakukan oleh kepala daerah sampai termasuk pada giat bagi masker yang seharusnya bisa dilakukan melalui pemdes masing masing.


Kebijakan pengalihan anggaran hingga penetapan besaran anggaran termasuk kebijakan men sembakokan JPS hingga kini menurut saya belum clear, bantuan masker dll hingga parcel tenaga kesehatan itu semua masih sangat rancu belum bisa ditempatkan sesuai porsinya dan proporsionalitas adanya.


Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bima mengaku ada JPS Gemilang dari Propinsi dan lain dan lain sebagainya lalu pertanyaan kita saat ini sudahkah clear dan accurately  data kependudukan yang diajukan sehingga sesuai dengan porsi anggaran bansos yang sempat minta agar tidak tumpang tindih dobel hingga fiktif adanya, agenda yang dipending oleh Bupati Hj Indah Dhamayanti Putri, S.E. itu sebuah langkah tepat untuk meminimalisir terjadinya mal admint, hanya saja kebijakan berani dan tegas itu, patut pula mendapatkan atensi kita semua terutama dinas terkait yang menjadi leading sektornya bukan malah membangun pencitraan diri seolah olah giat penanganan covid ini upaya untuk meningkatkan imun warga namun yang terjadi adalah elektabilitas pribadi kadis dan lainnya untuk memelihara status quo dalam lingkaran zona nyaman dan kemapanan sehingga misi menghalau pandemik covid-19 sangat jauh panggang dari api.


Tatkala kebijakan mempending bansos yang sudah dalam posisi tinggal dicairkam itu bukan perkara yang mudah karena saat ini warga taunya tinggal menunggu cairnya uang sementara ancaman wabah sudah didepan mata. Nah, untuk mengejar kembali validnya data juga bukan perkara mudah dibutuhkan waktu yang cukup guna memproses data sebagai sebuah jaminan akuntabel dan jauh dari data ganda sebab jika saja mayoritas data sudah seperti itu maka otomatis ada anggaran yang menyertai kekeliruan dan hingga akhirnya singgah pada kantong yang bukan semestinya.


Saya berkesimpulan penanganan wabah corona di kabupaten bima belum optimal dan maksimal dilakukan hingga saat ini yang walaupun Bupati Sudah berusaha semaksimalnya untuk turut campur demi kebaikan bersama karena jauh dari SOP dan keluar Protap seperti yang dilakukan Pemerintah Pusat, Regional bahkan lokal tetangga.


Selain itu terpaparnya sejumlah korban positif covid di Kab.telah menambah memperunyam status daerah dari hijau menjadi merah dan minimnya cara pemerintah melakulan focusing agenda.


Masalah utama adalah data by name by adress yang belum beres siapa sebenarnya yang miskin dan rentan miskin. Ini yang tdk mampu di hadirkan oleh pemerintah. Dalam skala pemda juga belum mampu. Saya mendorong skpd terkait khusus dinsos utk melakukan penataan, tentunya dinsos mendampingi desa memperbaiki BDT Basic data terpadu supaya jelas siapa dapat jaring pengaman sosial (jps) ramah, gemilang, program keluarga harapan (pkh), bantuan langsung tunai (blt) pusat. Atau atau bantuan lain yang bisa membantu keluarga miskin dan rentan miskin.



Kita di Kabupaten Bima punya satuan tugas (Satgas) penanggulangan kemiskinan ketuanya Wakil Bupati Bima Drs.H. Dahlan M.Noer namun angka pooring atau penurunan kemiskinan sangat rendah  karena kita bekerja belum punya BDT yang terverifikasi, mudah mudahan dengan kejadian covid-19 kita bisa ambil pelajaran bahwa BDT yang terverifikasi sangat penting untuk meng -clearkan persoalan data kependudukan kita dan tatkala disaster dalam keadaan pandemik bahkan force majeur seperti ini kita bisa keluar dari himpitan dan sengkarut krisis yang bakal menerpa secara massive.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.