Pemicu Impilsive Buying dan Tips Menghindarinya


Bima, Media NTB - Impulsive Buying berbelanja merupakan hal yang menyenangkan bagi semua kalangan, apalagi ditengah pandemic seperti ini, yang mengharuskan banyak orang melakukan kegiatan dari rumah, Apalagi Indonesia merupakan pasar e-commerce terbesar di Asia Tenggara.


Menurut data Wearesocial dan Hootsuite, sekitar 90% pengguna internet di Indonesia pernah berbelanja online. Pada tahun 2019, nilai kapitalisasi pasar e-commerce di indonesia mencapai USD 21 miliar atau sekitar Rp 294 triliun. Berdasarkan laporan McKinsey, industri e-commerce di indonesia diprediksi akan mencapai nilai USD 40 miliar pada tahun 2022. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pesatnya perkembangan e-commerce di Indonesia.

Beberapa tahun terakhir internet telah berkembang pesat dan menjadi sarana umum untuk perdagangan informasi, jasa dan barang. Salah satu jasa yang merambah dunia internet adalah jasa pembelian barang secara online). Tingginya penetrasi internet di Indonesia setiap tahunnya membuat masyarakat tidak dapat lepas dari pengaruh internet, bahkan dalam transaksi jual beli yang menggunakan sistem online.

Pembelian barang melalui dunia maya memberikan suatu hal yang baru dalam industri jual beli barang di Indonesia. Hal ini dikarenakan perkembangan teknologi yang semakin canggih, masyarakat yang dinamis dengan mobilitas tinggi, serta sifat masyarakat Indonesia yang cenderung gemar dengan pelayanan, kemudahan, kecepatan, dan akurat dalam melakukan sebuah transaksi. Dengan pesatnya pertumbuhan ini, tiap bisnis dan brand berlomba-lomba untuk meningkatkan online presence dan mendorong penjualan mereka dengan masuk ke berbagai platform penjualan online. Untuk bisa bersaing dengan brand-brand lainnya, pebisnis harus bisa memahami tren dan perilaku pasar. Hal ini dapat membantu pebisnis mengelola bisnis, mengembangkan produk, serta memaksimalkan penjualan mereka.

Dilihat dari industrinya, produk fashion masih mendominasi pasar e-commerce dimana penjualan produknya merupakan yang paling signifikan, diikuti dengan produk elektronik, ibu & bayi, dan kesehatan & kecantikan. Dari industri fahsion sendiri, produk fashion muslim merupakan industri yang akan terus berkembang mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama muslim.

Hal ini tidak hanya pada kalangan wanita saja, namun berlaku juga bagi kaum pria. Apalagin saat ini sosial media tidak hanya dijadikan sebagai media untuk bersosialisasi, hiburan dan informasi tapi juga dijadikan sebagai tempat usaha. Kepopuleran sosial media merubah trend gaya hidup masyarakat. Hal ini tentu saja menjadi incaran utama para pengusaha dalam melakukan ekspansi terhadap bisnis mereka karena jangkauan sosial media yang luas dan tidak terbatas.

Seseorang sering membeli suatu barang atau produk tanpa merencanakannya terlebih dahulu. Keinginan membeli barang sering muncul ketika ketika seseorang  tengah membuka sosmed dan melihat suatu barang kemudian membeli dari toko online, tidak hanya melalui toko online, secara langsung tidak sedikit juga orang yang awalnya ke mall hanya untuk makan,  tetapi melihat tawaran diskon yang selalu membuat orang menjadi khilaf, melihat teman yang berbelanja dan akhirnya melakukan pembelian tanpa direncanakan, pembelian itu disebut sebagai pembelian impulsif atau impulsive buying.

Impulsive buying (Pembelian Impulsif) adalah sebuah keputusan tidak terencana untuk membeli produk atau jasa. Keputusan membeli terjadi secara tiba-tiba dan seketika sebelum melakukan pembelian. Setiap orang hampir pernah melakukan impulsive buying.

Lingkungan gerai yang nyaman menimbulkan respon yang efektif atas perilaku pembelian impulsif. Perilaku atas pembelian tidak terencana awalnya dipengaruhi oleh penciptaan suasana (atmosphere) berarti desain lingkungan melalui pencahayaan yang digunakan untuk memberikan sorotan pada produk

Impulse buying merupakan perilaku dimana konsumen tidak merencanakan sesuatu dalam berbelanja. Konsumen yang melakukan impulse buying tidak berpikir untuk membeli produk atau merek tertentu. Konsumen cenderung langsung melakukan pembelian karena ketertarikan pada merek atau produk saat itu juga. Impulse buying sebagai kecenderungan konsumen untuk membeli secara spontan, reflek, tiba-tiba, dan otomatis. Dengan demikian impulse buying merupakan sesuatu yang alamiah dan merupakan reaksi yang cepat. Impulse buying merupakan fenomena yang mendominasi perilaku pembelian diusaha ritel.

Pembelian yang dilakukan konsumen belum tentu pembelian yang direncanakan, namun terdapat pula pembelian yang tidak direncanakan (pembelian impulsif) akibat adanya rangsangan lingkungan belanja dan suasana hati tersebut. Konsumen Indonesia termasuk konsumen yang tidak terbiasa merencanakan sesuatu,sebagian besar dari masyarakatakan mengambil 2 keputusan pada saat-saat terakhir. Salah satu bentuk perilaku konsumen yang tidak punya rencana adalah terjadinya impulse buying (membeli tanpa rencana/spontan membeli ketika tertarik dengan sebuah produk

Setiap orang dari berbagai kalangan pasti pernah melakukan impulsive buying. Mulai dari produk yang relatif murah sampai dengan produk yang relatif mahal, Dampak dari impulsive buying ini salah satunya permasalahan keuangan, sampai dengan perasaan bersalah dan kecewa karena telah mebeli produk yang tidak berguna. Apalagi ditengah pandemi seperti ini, impulsive buying sangat berpengaruh tidak bai terhadap keuangan kita.

Bagi impulsive buyers, ada lima tahap proses pembelian seperti pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian tidak akan berlaku lagi.

Bayley dan Nancarrow, peneliti di bidang psikologi mengatakan bahwa impulsive buying adalah perilaku yang hedonistik karena ditandai dengan kepuasan setelah terjadi. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan prinsip kegunaan yang mengedepankan manfaat dari sebuah barang yang ada

Hal-hal apa saja yang mendorong konsumen melakukan impulsife buying, dan adakah solusi yang paling tepat untuk menghindari Impulsife buying?

Dalam bidang psikologi, ini disebut juga dengan perilaku hedonistik. Pada umumnya perilaku impulsive buying ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :

• Faktor lingkungan berbelanja

Salah satu yang mempengaruhi impulsive buying adalah lingkungan berbelanjanya. Siapa yang tidak akan terikat dengan tampilan produk yang elegan dan menarik, atau aroma yang dihasilkan di lingkungan itu atau bisa juga hanya karena suasana lingkungan yang luas dan nyaman.

Makanya, banyak sekali godaan saat kita memasuki pusat perbelanjaan, karena jika lengah sedikit, semua hal bisa menarik mata kita, seolah memanggil “beli aku beli aku”.

• Faktor kepribadian

Selanjutnya adalah salah satu kepribadian yang bersifat materialisme. Sifat ini cenderung mengutamakan keuntungan, lebih kepada pencitraan dirinya serta popularitas yang mereka tunjukkan dengan uang atau penampilan.

Kepribadian semacam ini, akan selalu menganggap mereka akan lebih baik jika memiliki materi yang lebih banyak pula. Maka hindarilah berbelanja secara ramai ramai, karena jika ini dilakukan, maka sifat materialisme akan mudah berkembang.

• Faktor produk

Penataan produk yang menarik ternyata bisa menjadi sangat berpengaruh dalam tindakan impulsive buying, loh. Bayangkan saja jika penataannya saja membuat kita lebih memilih melihatnya, apalagi jika kemasan dan bentuknya juga menarik perhatian dan unik. Tak heran jika banyak produk lucu yang dijual di pasaran, meski fungsinya belum tentu kita butuhkan.

• Faktor perbedaan aspek geografis dan budaya

Perbedaan budaya juga membuat orang cenderung melakukan impulsive buying. Contohnya saja orang-orang yang selalu mandiri tentu akan lebih mudah melakukan tindakan impulsive buying bila dibandingkan dengan orang yang masih menganut budaya kolektif.

Selain beberapa faktor di atas ternyata ada juga faktor dari iklan atau promo yang sering membuat kita melakukan impulsive buying, maka tak salah ada istilah “termakan iklan”. Berikut ini contoh iklan yang bisa membuat kamu melakukan impulsive buying:

1. Batas waktu

Hanya hari ini!!! Untuk Waktu Terbatas !!! Selama persediaan masih ada!!! Ini adalah salah satu trik periklanan yang paling umum dipakai untuk memicu pengeluaran berlebihan. Strategi ini dirancang untuk menciptakan perasaan panik, bahwa jika kamu tidak membeli sekarang, kamu akan kehilangan kesempatanmu. Ini sebenarnya sangat tidak mungkin, kecuali objek yang kamu inginkan menjadi usang atau sudah tidak ada peminatnya.

Dalam hal ini, kamu mungkin lebih baik mendapatkan model berikutnya. Selama ada permintaan, harga akan lebih cenderung turun, bukan naik. Namun sayang, di saat seperti itu, logika seolah tak ada. Maka dari itu menahan diri memang perlu untuk mengenal jauh definisi impulsive buying. Tips Batas Waktu: Setiap kali kamu merasa tertekan oleh batas waktu untuk membeli, cobalah untuk santai.

Renungkan apakah kamu benar-benar menginginkan atau membutuhkannya, dan apakah kamu sudah memilikinya di rumah. Akhirnya, jangan membelinya kecuali kamu bisa mengembalikannya, jika kamu berubah pikiran. Ini sangat penting diterapkan saat kamu akan membeli apapun namun merasa ragu, tanyakan pada dirimu, apakah kamu membutuhkan atau hanya menginginkan.

 

2. Harus punya

Pengiklan telah menjadi sangat berani, sehingga mereka sekarang mendikte apa yang harus kita miliki. Betulkah? Tanyakan pada diri sendiri apa yang akan terjadi jika kamu tidak memilikinya. Kamu mungkin sudah memiliki atau memiliki akses ke sesuatu yang serupa.

Dengan strategi ini, pengiklan memikat keinginan kami untuk dilengkapi dengan hal-hal yang hakiki. Namun, sebagian besar barang yang diiklankan dengan cara ini jauh dari esensial.

Tips melawan iklan “harus punya” adalah tanyakan kepada diri sendiri apakah kamu benar-benar membutuhkan item ini, apakah sesuatu yang sudah kamu miliki sudah mencukupi, atau apakah kamu ingin mempertimbangkan opsi lain. Jangan hanya membabi buta membelinya, hanya karena seseorang mengatakan kamu harus melakukannya.

3. Diskon untuk pembelian banyak

Beli Satu, Dapatkan Diskon 50% Kedua !!! Beli Dua, Dapatkan Gratis Ketiga !!! Beli Empat atau Lebih dengan Harga Spesial. Ini adalah kecurangan yang nyata, karena membuat kamu berpikir kamu menghabiskan lebih sedikit ketika kamu malah benar-benar menghabiskan lebih banyak uang.

 

Setelah kamu tahu definisi impulsive buying beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka jika kamu sudah terjebak dalam tindakan impulsive buying ini, maka kita akan berikan tips untuk membantumu mengontrol kebiasaan impulsive buying kamu, diantaranya adalah:

1. Membuat estimasi budget keuangan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengalokasikan uang untuk yang benar-benar penting dan perlu serta harus segera dibayarkan, semisal untuk membayar cicilan kredit, uang sekolah anak, tagihan listrik dan air. Ia menjelaskan, saat ini kuota internet untuk WFH dan school from home (SFH) juga menjadi sangat penting, demikian pula hand sanitizer, masker kain, suplemen kesehatan. Apabila kebutuhan urgent tersebut telah terpenuhi, setelah itu barulah dialokasikan untuk kebutuhan-kebutuhan lain yang masih bisa disesuaikan besarannya.

2. Selalu pikirkan hal terburuk yang akan terjadi. Selain itu, kiat lain untuk mencegah impulsive buying yakni dengan cara memikirkan hal terburuk yang akan terjadi bila kita membiasakan diri bersikap impulsive buying. "Bayangkan apa yang terjadi bila kita selalu melakukan kebiasaan itu. semisal walaupun kita hanya membeli barang-barang kecil semisal cemilan, pakaian, atau pernak-pernik hobi, maka pada hakikatnya kita sedang mengurangi budget untuk pos pengeluaran lainnya," ujar Andy. Dengan berpikir jika hal tersebut menjadi realita, maka kita menjadi kesulitan untuk membayar utang, cicilan, dan efeknya akan dikejar-kejar tagihan.

 

3. Taruh uang di tempat aman. Dengan menaruh uang di tempat aman, seperti di rekening yang tidak terhubung dengan mobile/SMS/internet banking ataupun e-wallet, maka kita akan sulit mengakses uang tersebut. Hal ini juga dapat menjadi salah satu alternatif agar kita tidak khilaf dalam pengeluaran. "Bahkan kalau perlu tinggalkan kartu debit atau kredit kita di rumah bila jalan-jalan ke tempat belanja,

4. Hindari mengikuti akun online shop. Yang terpenting adalah membiasakan menghindari follow akun penjual yang ada di sosial media. Sebab, ketika kita mengecek ponsel dan membuka medsos, akun tersebut akan menarik minat untuk membeli. Bukan terkontrol, justru makin boros jika kita semakin banyak megikuti akun toko online.

5. Menemukan sesuatu yang ingin kamu beli? Ambil langkah mundur dan tunda keputusan pembelian kamu. Apakah itu untuk dua jam atau dua hari, kamu akan menghindari melakukan pembelian terburu-buru. Setelah kamu meluangkan waktu, kamu mungkin menemukan bahwa kamu tidak membutuhkan barang itu sama sekali.

6. Jangan membeli karena alasan yang salah. Kita sering menyamakan penjualan dan diskon musiman dengan mendapatkan penawaran hebat, dan ini pada gilirannya mendorong kita untuk membelanjakan lebih banyak. Sementara, membeli barang dengan harga diskon adalah cara yang baik untuk menghemat uang. Ide umumnya adalah hanya membeli barang-barang yang kamu butuhkan. Buat daftar belanja sebelum kamu mengunjungi toko untuk menghindari membeli lebih dari yang dibutuhkan. Sebelum kamu membeli sesuatu, tanyakan pada dirimu apakah kamu benar-benar membutuhkannya atau kamu hanya menginginkannya.

7. Gunakan uang tunai sebagai pengganti kartu kredit. Orang cenderung menghabiskan lebih sedikit uang jika mereka membayar tunai daripada kartu kredit karena secara psikologis lebih sulit untuk membagikan uang tunai. Juga jika kamu hanya memiliki uang terbatas di dompet, kamu akan memikirkannya sebelum menyerahkannya ke kasir.

8. Jangan berbelanja saat kesal. Jika kamu merasa sedih atau tertekan, kamu mungkin dengan mudah meyakinkan diri sendiri bahwa gadget yang trendi atau pakaian cantik akan membuatmu merasa lebih baik atau terlihat baik. Tetapi ada banyak cara untuk meredakan stres. Cobalah berolahraga, berjalan-jalan, mendengarkan musik, atau ngobrol bersama teman, tetapi hindari mengeluarkan uang dengan segala cara.

9. Belanjakan sesuai anggaran. Buatlah anggaran dan daftar belanja, dan patuhi setiap kali kamu berbelanja. Lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, bukan? Tapi itu berhasil dan akan menghasilkan dalam jangka panjang. Nah, memiliki anggaran ketat yang tidak memberikan ruang bagi keinginan mungkin sulit untuk dipertahankan. Jadi tidak ada salahnya menyisihkan sedikit uang dalam anggaranmu untuk pembelian yang menyenangkan setiap bulan. Nah itu dia ulasan mengenai definisi impulsive buying, faktor yang mempengaruhinya hingga tips menghindari tindakan impulsive buying ini.



Penulis : Nur Khusnul Hamidah S.E . Mahasiswi Magister Manajemen Universitas Ahmad dahlan

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.