NasDem Usul Pendidikan Formal tidak Jadi Syarat untuk Jadi Pejabat Publik
JAKARTA,
Media NTB – Pendidikan formal diusulkan tidak menjadi
syarat bagi calon pejabat publik. Entah itu anggota DPR, menteri, kepala
daerah, atau presiden sekalipun. Pasalnya, jalur yang ditempuh untuk menjadi
pejabat publik adalah jalur politik.
“Pendidikan formal menjadi
tidak penting untuk menduduki jabatan publik. Yang harus dilihat adalah rekam
jejak dan integritasnya,” demikian ditegaskan oleh Ketua Departemen Media dan
Komunikasi Publik DPP Partai NasDem Willy Aditya dalam diskusi “Merumuskan
Format Pendidikan Politik” yang digelar di Jakarta, Rabu (6/12).
Menurutnya, menjadi politisi
itu tidak butuh gelar atau jenjang pendidikan yang tinggi. “Itu kebutuhan untuk
menjadi akademisi. Menjadi politisi itu yang penting keberpihakan,” tegasnya
kembali.
Dia menyatakan, secara
pribadi dirinya tidak sepakat dengan anggota dewan yang menlanjutkan studinya.
“Buat apa? Lebih baik dia mencurahkan segala tenaganya untuk berkhidmat di DPR,
buat para konstituennya,” tandasnya.
Menurut aktivis ‘98 ini,
salah kaprahnya politisi dan para pembuat kebijakan ini disebabkan keterjebakan
mereka terhadap metode skolastik dalam pendidikan politik. “Akhirnya mereka
terjebak dalam demokrasi Athenian. Politik seolah hanya milik para filosof saja
seperti zaman Yunani kuno dulu,” imbuhnya.
Padahal, Willy melanjutkan,
saat ini adalah era demokrasi deliberatif. “Ini biasa disebut dengan demokrasi
gelombang ketiga. Dasar dari demokrasi ini adalah partisipasi publik,”
tambahnya.
Akibat dari karakter elitis
semacam ini, ruang politik dalam demokrasi representatif saat ini menjadi
sekadar pemilu atau pilkada saja. Publik seperti tidak memiliki ruang politik
lain.
“Sudah waktunya kita
meluaskan ruang politik tidak sekedar pemilu atau pilkada. Seorang kepala
daerah bisa memasang APBD-nya di ruang-ruang publik, entah itu masjid, taman,
atau apapun. Jadi publik terlibat dalam kehidupan politik yang lebih luas,”
tuturnya.
Demikian juga anggota DPR.
Fungsi representasi semestinya bisa menjadi ruang pendidikan politik yang
paling mengena. “Catatannya, jangan cuma bagi-bagi traktor kalau reses. Tapi
sampaikan juga tentang pentingnya peraturan A, UU B, dan lainnya,” cetus Willy.(M)
Post a Comment