Pemerintah dan Masyarakat Bima Gelar Orasi Kebangsaan Nusantara Bersatu
Bima,
MediaNTB.com - Sebagai bagian dari upaya menjaga persatuan
dan kesatuan bangsa, Pemerintah serta masyarakat Kota dan Kabupaten Bima
melaksanakan orasi kebangsaan Nusantara Bersatu pada hari Rabu, 30 November
2016.
Acara yang diprakarsai oleh
TNI tersebut digelar di Lapangan Serasuba Kota Bima, dihadiri Walikota Bima M.
Qurais H. Abidin, Bupati Bima Hj. Indah Damayanti Putri, tokoh adat Bima Hj.
Siti Maryam Binti Muhammad Salahuddin, Wakil Bupati Bima Dahlan M. Noer, Ketua
DPRD Kota Bima Fery Sofyan, SH, Ketua DPRD Kabupaten Bima Murni Suciyati,
Kepala Kejaksaan Negeri Bima Eko Prayitno, SH, MH, Dandim 1608/Bima Kol. Czi.
Yudil Hendro, Kapolres Bima Kota AKBP Ahmad Nurman Ismail, SIK, Kapolres Bima
AKBP Eka Faturrahman, SH, SIK, Ketua MUI Kota Bima Drs. H. M. Saleh Ismail dan
Ketua MUI Kabupaten Bima H. Abdurrahim Haris, MA.
Hadir pula para pejabat
daerah Kota dan Kabupaten Bima dari berbagai tingkatan, perwakilan organisasi
wanita, perwakilan paguyuban masyarakat yang ada di wilayah Bima, antara lain
dari suku Sasak, Bali dan Jawa, para tokoh adat Bima, para tokoh masyarakat
serta pemuka agama Islam, Protestan, Katolik dan Hindu.
Peserta berasal dari unsur
pelajar, TNI, Kepolisian, masyarakat umum , pemuda serta perwakilan Aparatur
Sipil Negara.
Pembacaan orasi dilakukan
oleh 7 pembaca, yaitu Serma Fajrin sebagai perwakilan tokoh adat Bima, Ketua
MUI Kota Bima yang mewakili tokoh agama Kota Bima, Ketua MUI Kabupaten Bima
yang mewakili tokoh agama Kabupaten Bima, Ketua DPRD Kota Bima yang mewakili
tokoh masyarakat Kota Bima, Ketua DPRD Kabupaten Bima yang mewakili tokoh
masyarakat Kabupaten Bima, Bupati serta Walikota.
Serma Jufrin mengingatkan
bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk. Heterogenitas bangsa
Indonesia adalah sesuatu yang tak terhindarkan dari adanya keanekaragaman suku
bangsa yang berasal dari ribuan pulau yang tersebar dalam wilayah 34 Provinsi.
Ketua MUI Kabupaten Bima
menjelaskan bahwa sifat heterogen juga bersumber pada keragaman agama, dimana
pemerintah mengakui adanya 6 agama, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha
dan Konghucu. Dalam satu etnis dan satu agama, bisa terjadi perbedaan paham
yang bisa meruncing menjadi konflik horisontal.
Sementara Ketua MUI Kota
Bima mengingatkan bahwa hampir setiap agama di Indonesia memiliki kelompok yang
memiliki paham berbeda, dan dalam satu etnis atau suku bisa terjadi berbagai
kelompok dengan tradisi, perilaku dan cara hidup berbeda. Kemajemukan ini jika
tidak dikelola dengan baik maka menimbulkan kerawanan akan konflik.
Ketua DPRD Kabupaten Bima
menyatakan perlunya benteng dan filter atas semakin derasnya arus modernisasi
dan globalisasi yang kian mereduksi semangat nasionalisme bangsa Indonesia.
Pengaruh globalisasi lewat
teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih, membuat bangsa
Indonesia memiliki berbagai paham, persepsi dan pandangan yang berbeda
sekaligus bertentangan.
Orasi ini diperkuat oleh
pernyataan Ketua DPRD Kota Bima bahwa bangsa Indonesia harus menemukan kembali
identitasnya di tengah ketidakpastian hidup akibat berbagai persoalan, mulai
dari kekisruhan politik, korupsi yang merajalela, hingga persoalan kemiskinan
dan pengangguran yang kian menjebak bangsa ini dalam berbagai intrik, yang tak
jarang berbuah konflik sosial, baik horisontal maupun vertikal.
Bupati Bima selanjutnya
menyatakan bahwa pemerintah dan masyarakat Bima menghormati dan menjunjung
tinggi 4 konsensus dasar kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu: (1)
Pancasila, (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, (3) Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dan (4) Bhinneka Tunggal Ika.
Empat konsensus tersebut
tidak bisa dipisahkan satu sama lain, namun tetap memiliki porsi dan posisi
yang berbeda-beda, dalam ranah konseptual maupun operasional. Bahwa Pancasila sebagai
nilai-nilai dasar kebangsaan, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai
rambu-rambu dalam berkonstitusi, doktrin NKRI sebagai ruang kedaulatan dari
Sabang sampai Merauke, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai simbol kemajemukan
serta kesatuan dalam keberagaman, tidak terpisahkan sebagai falsafah negara.
Menutup orasi bersama
tersebut, Walikota menyatakan bahwa pemerintah dan masyarakat Bima siap untuk:
1) setia pada Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45.
2) Tetap menjaga kebhinekaan
dengan menghargai perbedaan suku, bangsa dan agama, demi terciptanya keamanan
dan ketertiban masyarakat yang damai untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
3) Menolak segala bentuk
faham yang anti Pancasila dan UUD 45.
4) Menolak dan menentang
segala bentuk tindakan kekerasan yang dapat menimbulkan perpecahan dan
perselisihan di masyarakat dan mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
5) Mengamalkan dan mengemban
nilai nilai luhur pancasila sebagai landasan moral dan etika dalam membangun
peradaban bangsa dan negara.
Orasi diikuti dengan
pembacaan doa secara bergiliran oleh pemuka empat agama, yaitu Islam, Katolik,
Protestan dan Hindu.
Untuk memperkuat
nasionalisme, acara turut diisi dengan tarian daerah “Lewa Mori” yang
ditampilkan oleh Sanggar Kesenian Sandaka Angi dari Kelurahan Sadia, pembacaan
puisi perjuangan oleh pelajar SMAN 1 Kota Bima serta lagu-lagu perjuangan oleh
paduan suara SMAN 2 Kota Bima.
Menutup acara tersebut,
Dandim 1608/Bima, Kapolres Bima, Kapolres Bima Kota dan Kepala Kejaksaan Negeri
Bima mengucapkan terima kasih kepada masyarakat dan Pemerintah Daerah Kota dan
Kabupaten Bima, serta mengajak seluruh masyarakat untuk senantiasa berjuang
bersama mewujudkan dan menjaga perdamaian bangsa Indonesia dengan menghormati
semua keyakinan, suku dan ras yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.(M.01/H.01)
Post a Comment