Badan HAM PBB Kritik Vonis Ahok, DPR: Jadikan Ini Catatan Bagi Penegakan Hukum Kedepan
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai NasDem Taufiqulhadi |
JAKARTA,
Media NTB - Setelah ditetapkan Basuki Tjahaja Purnama
alias Ahok terbukti bersalah dan divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim
PN Jakarta Utara dalam kasus penodaan agama pada selasa kemarin (9/5), banyak
ragam komentar terkait keputusan tersebut.
Salah satunya datang dari
Badan HAM yang bernaung dibawah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Asia
Tenggara, UN Human Rights Asia. Badan
ini menyayangkan penggunaan pasal penodaan agama dalam kasus Ahok. Pasal ini
diangap tidak relevan lagi karena bisa mengekang kebebasan dalam berpendapat.
"Kami prihatin dengan
hukuman penjara untuk Gubernur DKI Jakarta dengan dugaan penistaan agama
terhadap Islam. Kami mengimbau Indonesia untuk meninjau hukum penistaan
agama," tulis UN Human Rights Asia seperti dilansir di akun Twitter
resminya, 9 Mei 2017 pada pukul 14.00 siang.
Menanggapi pernyataan dari
UN Human Rights Asia tersebut, Anggota
Komisi III dari Fraksi Partai NasDem Taufiqulhadi menyebutkan permintaan dari
badan HAM PBB direspon positif saja dan tidak perlu diperdebatkan lebih jauh.
Dia memandang permintaan ini ada baiknya dijadikan catatan guna penegakan hukum
Indonesia kedepannya.
“Saya rasa, permintaan badan
HAM PBB itu menjadi catatan kita. Bagamana cara menegakkan hukum lebih baik ke
depan,” ujarnya saat dihubungi, Jakarta, Rabu (10/5).
Lebih jauh, Taufiq
menjelaskan bahwa pasal penodaan agama, hingga
saat ini masih sebagai sebuah instrumen hukum yang digunakan untuk
mencegah gejolak dalam masyarakat jika terjadi tindakan yang dianggap penodaan
terhadap suatu agama.
“Apakah ada instrument hukum yang menjadi
acuan, selain pasal 156 a yang digunakan dalam kasus penodaan agama di
Indonesia,” kilahnya legislator dapil Jawa Timur IV itu.
Apalagi dengan sesitivitas
issue keagamaan yang cukup tinggi di Indonesia. Maka dia berpandangan selama
belum ada acuan selain pasal 156 a tersebut, tidak perlu dipersoalkan.
Namun yang terpenting,
menurut Taufiq, penerapan pasal tersebut sudah betul atau tidak,ketika
dijatuhkan kepada seseorang yang terkait kasus itu.
“Nah, yang jadi issu bukan
pada pada eksistensi pasal tersebut. Tapi penegakan yang perlu harus hati hati.
Apakah setiap kasus yg bersetuhan dengan agama sudah cukup tepat dikenakan
pasal tersebut. Itu saja yg perlu diperhatikan,” pungkasnya.(M)
Post a Comment