Ketika Emak-Emak Lebih Galak dari Mahasiswa
Oleh: M. Rusdil Fikri (Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah / Redaktur Politik
Kataindonesia.com)
Definisi
Emak-Emak
Tiap kali mendengar kata
emak, kita selalu membayangkan sosok keibuan yang penuh kasih sayang. Namun
bayangan itu sekejap sirna ketika kita dihadapkan pada istilah the power of
emak-emak yang begitu populer belakangan.
Namun, bila disebutkan kata
“the power of emak-emak”, mungkin yang akan segera terbayang di benak kita
adalah aksi mereka yang kerap melanggar aturan lalu lintas, seperti berkendara
dengan melawan arus jalan; menyalakan lampu sen kiri tapi malah berbelok ke
kanan, dll.
Sebenarnya istilah “the
power of emak-emak” lahir dari fenomena perempuan urban yang berani
mengekspresikan perlawanannya di ruang publik. Meski kadang kala keberanian ini
terkesan nekat, emosional, dan kadang ekstrem.
Sebagai anak, saya merasa
risih dengan istilah “the power of emak-emak”. Alih-alih memperlihatkan
kemampuan ibu untuk melawan, bagi sebagian kalangan ungkapan tersebut justru
menjadi lelucon peyoratif terhadap perempuan. Secara eksplisit, istilah itu
seperti berusaha mengakui kemampuan perempuan yang selama ini dipandang lemah
dan tidak berdaya.
Namun secara implisit, the
power of emak-emak memuat cap dan stereotip. Maksud cap di sini ditujukan
kepada para perempuan yang dianggap galak, tidak peduli apakah mereka masih
melajang atau sudah menikah. Sedangkan stereotip muncul dari anggapan bahwa
emak-emak sudah sewajarnya galak.
Ketika
Emak-emak Semakin Galak Tentang Politik
Fenomena kaum emak-emak
terjun politik memang unik. Mereka kuat dan militan. Jangan ragukan soal
loyalitasnya. Karena sebagai wanita sudah teruji melewati banyak cobaan. Hamil,
melahirkan, membesarkan anak sampai mengurus rumah dan seabrek kerjaan lainnya.
Sehingga tak heran bila sampai ada sebutan 'The Power of Emak-Emak'.
Kini bukan di kelas menengah
saja. Seiring berjalannya waktu, pendidikan politik di masyarakat mulai terasa
dampaknya. Tak heran, bila di era digital saat ini, banyak emak-emak juga mulai
melek politik. Terpaan informasi menyerang semua lini. Sosial media menjadi
salah satu media berpengaruh dalam membangun opini publik kaum emak-emak.
Masih
soal fenomena politik kaum emak-emak
Semuanya berawal ketika
Sandiaga Uno mendaftarkan diri bersama Prabowo di gedung KPU sebagai bakal
Capres dan Cawapres, kepada awak media, Sandi mengungkapkan bahwa akan berjuang
untuk kebahagiaan emak-emak di seluruh Indonesia.
“Saya berjuang bersama Pak
Prabowo untuk kebahagiaan emak-emak di seluruh Indonesia,” ungkapnya kepada wartawan.
Pernyataan ini cukup
menggelitik dan menarik, karena jarang ada politisi dan penguasa kita yang
memperhatikan kepentingan emak-emak. Kepentingan emak-emak juga kepentingan
kita semua. Karena kepentingan emak-emak adalah kepentingannya akan
kebutuhan-kebutuhan pokok dan keseharian kita.
Bukti
Nyata Kaum Perempuan
Tiap tahunnya kesadaran kaum
perempuan terhadap politik terus meningkat. Misalnya saat pelaksanaan pemilu.
Jumlah partisipasi perempuan terus bertambah. Padahal di era orde baru
perempuan bisa menjadi kepala desa adalah sebuah prestasi.
Keterlibatan perempuan dalam
birokrasi pun semakin meningkat. Kursi 30 persen wanita di legislatif makin
diminati perempuan. Partai politik juga berlomba membuka ruang bagi perempuan
untuk bergabung dan menjadi wakilnya di pemerintahan.
Satu yang pasti, ada potensi
besar di pileg dan pilpres 2019 mendatang yaitu potensi politik kaum emak-emak.
Tinggal menunggu bagaimana elite politik meracik dan memoles ini dengan
seciamik mungkin agar merebut suara hati kaum emak-emak.
Apakah Sandiaga Uno dengan
politik emak-emaknya akan mampu mengeliminasi image Jokowi dengan sosok yang
sederhana dan merakyat, sehingga dapat mengudetanya dari kursi lembaga
eksekutif? Kita tunggu saja episode-episodenya!
Post a Comment