Desa Lingkar Hutan Solusi Perbaikan Hutan NTB


Oleh : Zangaji Sape


Areal hutan milik negara seluas 8.000 hektar rusak berat dari total 17.000 hektar di perbukitan Kecamatan Parado, Kabupaten Bima, Nusa. Kecamatan parado yang terkenal dengan hutan kemiri kini miris, terhampar sejauh mata memandang hutan kemiri beralih fungsi menjadi lahan jagung. Hamparan tandus ketika musim kering bagai lautan api panas menyengat, deburan air banjir disertai muatan tanah dan bebatuan menjadi pemandangan eksotik dikala musim hujan datang.


Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir fenomena seperti ini terus terjadi dan menjadi ancaman banjir untuk daerah di bawahnya, ancaman yang ditakutkan itu terjadi juga banjir bandang yang menerjang beberapa daerah dibawahnya membuktikan bahwa kehancuran alam ini sudah sangat akud. 


Persoalan ini bukan harus diperdebatkan panjang, langkah antisipasi harus segera dilakukan dengan rehabilitasi dan reklamasi hutan parado sehingga bencana banjir tidak lagi terjadi. Peraturan Daerah Nusa Tenggara Barat No 14 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Hutan harus segera di terapkan.


Beralihnya fungsi hutan kemiri menjadi lahan jagung di sebabkan oleh faktor produksi kemiri yang tidak menjanjikan secara ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan, ini artinya pemerintah harus menyiapkan konsep baru  mengalihkan kebiasaan menanam jagung dengan produksi lainnya yang lebih menjanjikan secara ekonomi.


Banyak konsep yang bisa diterapkan hanya saja kemauan dari pengambil kebijakan untuk mengalokasikan anggaran untuk membenahi hutan. Masyarakat akan menurut terhadap Negara apabila Negara itu hadir memberikan sumber makanan baru bagi kebutuhan mereka.


Reboisasi hutan dengan menggelontorkan anggaran besar bukanlah solusi tepat untuk menyelesaikan persoalan kerusakan hutan parado khususnya dan hutan di Nusa Tenggara Barat umumnya. Langkah awal yang harus dilakukan pemprov adalah memberikan kewenangan kepada desa lingkar hutan untuk melestarikan dan memanfaatkan hasil hutan sesuai dengan kearifan lokal masing - masing sesuai amanat Permenhut Nomor P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa.


Hutan desa dibentuk atas pertimbangan pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan, serta untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang adil dan lestari. Disadari bahwa kelemahan kegiatan pemberdayaan masyarakat selama ini adalah sangat kurangnya koordinasi antar instansi dan pelaku pemberdayaan masyarakat sehingga tidak ada sinergitas, kurang terarah, dan bahkan sering terjadi tumpang tindih kegiatan.


Oleh karena itu, agar kegiatan pemberdayaan dapat lebih terarah diperlukan suatu rencana makro yang dapat dipakai sebagai acuan umum bagi seluruh kegiatan pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Rencana Makro ini menjabarkan dan mengatur pola umum, strategi, kegiatan pokok, dan kebijakan strategis pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan yang terbagi sesuai karakteristik lokal desa di setiap wilayah.


Butuh keberanian, tindakan tegas dan pengambilan keputusan yang tepat untuk merubah segalanya menjadi lebih baik. Kita tidak boleh berdiam diri melihat kerusakan yang setiap hari terjadi, sebab warisan kita itulah yang akan dirasakan dan dilanjutkan oleh generasi penerus.(**)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.