Over Kapasitas, Perlu Terobosan untuk Ganti Hukuman Penjara
Akbar Faizal, Anggota Komisi III DPR-RI |
JAKARTA,
Media NTB - Kaburnya ratusan tahanan rutan Sialang
Bungkuk, Pekanbaru, Riau, beberapa waktu lalu, menjadi sorotan anggota Komisi
III DPR RI Akbar Faizal. Dia menyebut kasus ini tidak terlepas dari penerapan
hukum di Indonesia yang menjadikan sanksi penjara sebagai salah satu hukuman
pidana pokok.
Lebih lanjut Akbar
memaparkan, data tahanan di Indonesia lebih kurang 69.826 orang, sedangkan
narapidana di seluruh Indonesia ada 150.099 orang. Jika ditotal, ada 219.925
tahanan yang terdapat di berbagai rumah tahanan seluruh Indonesia.
“Padahal kapasitasnya hanya
mampu menampung lebih kurang 121.000 orang, jadi tidak heran ketika di tahanan
mereka harus berbagi saat tidurnya. Karena secara penghuni sudah over
capacity,” paparnya dalam rapat kerja Komisi III dengan Jaksa Agung di Kompleks
DPR, Senin (5/6).
Oleh karena itu dalam hemat
Akbar, perlu dicari formula sanksi hukum agar tidak selalu hukuman penjara yang
digunakan sebagai hukuman pidana pokok.
“Ya ini tawaran saja. Saya
kira negara kita butuh terobosan dalam penerapan hukuman, di mana kepolisian,
kejaksaan, dan pengadilan tidak serta merta menggunakan penjara sebagai sanksi
pidana pokok,” ujar legislator Sulawesi Selatan II ini.
Meski demikian Akbar
mengakui hal ini tidak mudah karena sanksi penjara ini sudah diatur dalam pasal
21 ayat (1) UU KUHP. Di sana disebutkan tentang perintah penahanan kepada
tersangka karena adanya kekhawatiran melarikan diri atau menghilangkan alat
bukti.
Namun dalam amatan politisi
NasDem ini, penerapan sanksi penjara
telihat kontras jika melihat tersangka yang berasal dari kalangan ekonomi
bawah. Ini seperti yang dia temukan saat kunjungan kerja atau reses di dapilnya.
Ada masyarakat yang mengadukan bahwa anaknya di penjara, karena hanya gara-gara
mencuri di pasar.
Menurut Akbar, bagaimana
mungkin seorang tersangka yang berasal dari kalangan tidak mampu bisa melarikan
diri, "Wong dia ga punya materi, paling juga dia kuat lari 10 km."
"Jadi ini sekedar
tawaran saja, bisakah kita merubah mindset agar tidak selalu, tangkap, tangkap,
tangkap; penjara, penjara. Sehingga tidak serta merta penjara selalu menjadi
pidana pokok," imbuhnya.
Menjadi wajar, lanjut Akbar,
apabila penjara menjadi penuh karena belum ada sanksi hukum lain.
"Sedikit-sedikit sudah
dimasukkan tahanan duluan, agar dia tidak melarikan diri. Mungkin ini bisa jadi
pertimbangkan bagi Pemerintah dan Komisi III untuk mencari terobosan yang saat
ini sedang membahas RUU KUHP,” pungkasnya.(M)
Post a Comment